Dilema Klinis: Streptokinase pada Infark Miokard Akut Pasca Trauma Kepala - Menimbang Risiko dan Manfaat dalam Diagnosis dan Terapi

3 Jun 2025 • Interna

Deskripsi

Dilema Klinis: Streptokinase pada Infark Miokard Akut Pasca Trauma Kepala - Menimbang Risiko dan Manfaat dalam Diagnosis dan Terapi

Pendahuluan

Seorang pasien tiba di Unit Gawat Darurat (UGD) dengan keluhan nyeri dada hebat yang khas untuk Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (STEMI) pada elektrokardiogram (EKG). Namun, situasinya menjadi rumit karena pasien tersebut baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita trauma kepala. 

Kondisi ini menghadirkan dilema klinis yang signifikan bagi dokter: di satu sisi, terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan terapi reperfusi guna menyelamatkan otot jantung yang terancam nekrosis; di sisi lain, pemberian agen trombolitik seperti Streptokinase pada pasien dengan trauma kepala dapat memicu atau memperburuk perdarahan intrakranial (ICH) yang berpotensi fatal. 

Artikel ilmiah populer ini, yang disusun berdasarkan tinjauan literatur dari PubMed, bertujuan untuk mengupas pertimbangan pro dan kontra penggunaan Streptokinase dalam skenario klinis yang kompleks ini. 

Fokusnya adalah memberikan panduan berbasis bukti bagi Dokter Umum dalam menavigasi keputusan sulit yang melibatkan Diagnosis dan Terapi Infark Miokard serta Diagnosis dan Terapi Trauma Kepala secara simultan.

Memahami Infark Miokard Akut (IMA): Diagnosis dan Terapi Esensial

Definisi IMA

Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis (kematian) sel otot jantung (miosit) yang disebabkan oleh iskemia (kekurangan suplai oksigen) berkepanjangan. 

Definisi universal IMA mensyaratkan adanya bukti nekrosis miokard dalam konteks klinis yang konsisten dengan iskemia miokard akut. Secara praktis, diagnosis ditegakkan berdasarkan deteksi kenaikan dan/atau penurunan biomarker jantung, terutama troponin T atau I (cTnT atau cTnI), dengan setidaknya satu nilai di atas batas atas referensi normal (URL) persentil ke-99, disertai minimal satu dari bukti-bukti berikut :

  1. Gejala iskemia miokard (misalnya, nyeri dada tipikal seperti tertekan atau berat, sesak napas, diaforesis, atau gejala atipikal seperti nyeri epigastrium, mual).

  2. Perubahan EKG baru yang signifikan yang mengindikasikan iskemia baru (perubahan segmen ST-T baru atau left bundle branch block baru).

  3. Perkembangan gelombang Q patologis pada EKG.

  4. Bukti pencitraan (misalnya, ekokardiografi) adanya kehilangan baru miokardium viabel atau abnormalitas gerakan dinding regional baru yang sesuai dengan pola iskemia.

  5. Identifikasi trombus intrakoroner melalui angiografi atau otopsi (pada kasus IMA tipe 1).

Patofisiologi Dasar IMA (Fokus STEMI)

Penyebab paling umum dari IMA, khususnya STEMI (ST-segment Elevation Myocardial Infarction), adalah oklusi total mendadak pada arteri koroner epikardial oleh trombus. Proses ini biasanya diawali oleh ruptur atau erosi plak aterosklerotik yang tidak stabil di dinding arteri koroner. Aterosklerosis adalah proses inflamasi kronis yang menyebabkan penumpukan lipid, sel inflamasi, dan jaringan fibrosa di dinding arteri.

Ketika plak ruptur, material trombogenik di dalamnya terpapar ke aliran darah, memicu kaskade koagulasi dan agregasi platelet yang cepat, membentuk trombus yang menyumbat arteri. Oklusi total ini menghentikan aliran darah ke area miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut, menyebabkan iskemia berat. Jika aliran darah tidak segera dipulihkan, iskemia akan berlanjut menjadi nekrosis miokard yang ireversibel (infark). Pemahaman akan mekanisme oklusi trombotik ini menjadi dasar mengapa terapi reperfusi sangat krusial.

Pilar Tatalaksana IMA: Pentingnya Reperfusi Cepat

Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah memulihkan aliran darah koroner sesegera mungkin untuk membatasi ukuran infark, menyelamatkan miokardium yang masih viabel, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan pada akhirnya meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Prinsip "waktu adalah otot" (time is muscle) sangat berlaku; semakin cepat reperfusi dilakukan, semakin besar manfaat klinisnya. Ada dua strategi reperfusi utama:

  1. Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) atau Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI): Ini adalah strategi reperfusi pilihan jika dapat dilakukan oleh tim berpengalaman di fasilitas yang memadai dalam kerangka waktu yang direkomendasikan. Target waktu ideal adalah door-to-balloon (waktu dari kedatangan pasien di rumah sakit hingga inflasi balon di arteri koroner) kurang dari 90 menit di rumah sakit yang memiliki fasilitas PCI, atau kurang dari 120 menit jika pasien perlu ditransfer dari rumah sakit non-PCI. PCI melibatkan penggunaan kateter untuk membuka arteri yang tersumbat, seringkali diikuti dengan pemasangan stent untuk menjaga arteri tetap terbuka.

  2. Terapi Fibrinolitik (Trombolisis): Ini adalah alternatif penting jika PCI tidak dapat dilakukan dalam target waktu yang direkomendasikan, misalnya karena keterbatasan geografis atau fasilitas. Terapi ini menggunakan obat-obatan (agen fibrinolitik) untuk melarutkan trombus yang menyumbat arteri koroner. Streptokinase adalah salah satu agen fibrinolitik yang digunakan. Target waktu ideal untuk fibrinolisis adalah door-to-needle (waktu dari kedatangan pasien hingga pemberian obat) kurang dari 30 menit.

Gambar 1. Tatalaksana Invasif dan revaskularisasi pada STEMI

Keterbatasan akses atau waktu tunda yang signifikan untuk mencapai fasilitas PCI meningkatkan relevansi terapi fibrinolitik , namun pilihan ini menjadi kompleks ketika terdapat kontraindikasi, seperti pada kasus trauma kepala yang akan dibahas lebih lanjut. Aspek Diagnosis dan Terapi Infark Miokard harus mempertimbangkan kecepatan dan keamanan strategi reperfusi yang dipilih.

Memahami Trauma Kepala: Diagnosis, Terapi, dan Risiko Perdarahan

Definisi dan Klasifikasi Trauma Kepala

Trauma kepala, atau Traumatic Brain Injury (TBI), didefinisikan sebagai cedera pada otak yang disebabkan oleh gaya mekanis eksternal. Cedera ini dapat berupa cedera kepala tertutup (closed head injury), di mana tengkorak tetap intak, atau cedera tembus (penetrating injury), di mana terdapat penetrasi pada tengkorak dan dura mater. Cedera kepala tertutup jauh lebih sering terjadi.

Klasifikasi keparahan trauma kepala secara klinis umumnya didasarkan pada Glasgow Coma Scale (GCS) saat penilaian awal :

  • Trauma Kepala Ringan (TKR) / Mild TBI / Konkusio: GCS 14-15. Ini mencakup lebih dari 80-90% kasus TBI.

  • Trauma Kepala Sedang (TKS) / Moderate TBI: GCS 9-13 (beberapa sumber menyebutkan 9-12). Mencakup sekitar 10% kasus TBI.

  • Trauma Kepala Berat (TKB) / Severe TBI: GCS 3-8.

Penilaian GCS di UGD sangat penting untuk stratifikasi risiko awal, termasuk risiko komplikasi seperti perdarahan intrakranial.

Komplikasi Utama: Perdarahan Intrakranial (ICH)

Salah satu komplikasi paling serius dan mengancam jiwa dari trauma kepala adalah perdarahan di dalam rongga tengkorak atau Perdarahan Intrakranial (ICH). Penting untuk dipahami bahwa risiko ICH ada pada semua tingkat keparahan trauma kepala, termasuk TKR (GCS 14-15). Jenis-jenis ICH traumatik meliputi hematoma epidural (perdarahan antara tengkorak dan dura mater), hematoma subdural (antara dura mater dan araknoid), perdarahan subaraknoid (antara araknoid dan pia mater), dan perdarahan intraparenkim (di dalam jaringan otak itu sendiri).

Beberapa faktor meningkatkan risiko terjadinya ICH setelah trauma kepala, antara lain :

  • Skor GCS rendah (<15)

  • Kehilangan kesadaran (Loss of Consciousness/LOC)

  • Amnesia pasca-trauma

  • Muntah (terutama berulang)

  • Sakit kepala hebat

  • Usia lanjut (>60 atau >65 tahun)

  • Adanya fraktur tengkorak (terutama fraktur basis kranii, yang ditandai dengan Battle's sign, raccoon eyes, hemotimpanum, atau rhinorrhea/otorrhea cairan serebrospinal)

  • Penggunaan antikoagulan (misalnya warfarin) atau antiplatelet (misalnya clopidogrel, aspirin) sebelum cedera.

  • Riwayat hipertensi.

Karena ICH mungkin tidak selalu menunjukkan gejala neurologis yang jelas pada awalnya, CT scan kepala menjadi modalitas pencitraan utama untuk mendeteksi atau menyingkirkan ICH pada pasien trauma kepala yang memiliki faktor risiko. Bahkan pada pasien dengan GCS 14 atau 15 (TKR), CT scan mungkin diindikasikan jika terdapat faktor risiko lain seperti yang tercantum dalam kriteria klinis (misalnya, Kriteria New Orleans atau Canadian CT Head Rule).

Tatalaksana Awal Trauma Kepala

Prioritas utama dalam Diagnosis dan Terapi Trauma Kepala awal adalah stabilisasi pasien dengan pendekatan ABC (Airway, Breathing, Circulation) untuk memastikan jalan napas paten, ventilasi dan oksigenasi adekuat, serta sirkulasi yang cukup untuk mempertahankan perfusi serebral. Pasien dengan GCS ≤ 8 umumnya memerlukan intubasi untuk proteksi jalan napas. Imobilisasi servikal harus dilakukan jika ada kecurigaan cedera tulang belakang leher.

Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) akibat edema atau perdarahan (misalnya, Cushing's triad: hipertensi, bradikardia, pola napas ireguler), tindakan untuk menurunkannya (seperti elevasi kepala, pemberian agen osmotik seperti manitol) perlu segera dilakukan.

Hubungan antara tingkat keparahan trauma (GCS) dan risiko ICH sangat penting dalam konteks pasien IMA. GCS < 15 merupakan faktor risiko independen untuk ICH. Oleh karena itu, penilaian GCS yang teliti pada pasien IMA yang juga mengalami trauma kepala menjadi langkah krusial. 

Bahkan pasien dengan GCS 14, yang diklasifikasikan sebagai TKR, tetap memiliki risiko ICH yang tidak dapat diabaikan saat mempertimbangkan terapi trombolisis, yang merupakan kontraindikasi absolut jika terdapat ICH. 

Adanya trauma kepala, bahkan yang tampak ringan, secara fundamental mengubah algoritma tatalaksana standar untuk STEMI. Kebutuhan potensial untuk melakukan CT scan kepala guna menyingkirkan ICH (berdasarkan penilaian risiko klinis ) dapat menimbulkan penundaan dalam memulai terapi reperfusi untuk IMA. Hal ini menyoroti adanya trade-off antara kecepatan diagnosis neurologis dan ketepatan waktu terapi kardiologis, yang memerlukan pertimbangan klinis yang matang atau protokol institusional yang terintegrasi.

Streptokinase: Mekanisme Kerja dan Kontraindikasi Kunci

Mekanisme Kerja

Streptokinase (SK) adalah protein eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri β-hemolytic Streptococci. Berbeda dengan aktivator plasminogen jaringan (tPA), SK tidak secara langsung mengaktifkan plasminogen. Sebaliknya, SK bekerja dengan membentuk kompleks stoikiometri 1:1 dengan plasminogen. 

Pembentukan kompleks ini menginduksi perubahan konformasi pada molekul plasminogen, membuka sisi aktifnya sehingga kompleks SK-plasminogen ini berfungsi sebagai aktivator yang kuat, yang kemudian mengubah molekul plasminogen bebas lainnya menjadi plasmin. Plasmin adalah enzim protease serin aktif yang mendegradasi fibrin, komponen utama bekuan darah (trombus), serta fibrinogen dan faktor koagulasi lainnya.

Karakteristik penting SK adalah sifatnya yang non-fibrin spesifik. Artinya, kompleks SK-plasminogen tidak memiliki afinitas khusus terhadap fibrin yang ada di dalam trombus. Akibatnya, ia mengaktifkan plasminogen baik yang terikat pada fibrin di lokasi trombus maupun plasminogen yang bersirkulasi bebas dalam darah. 

Hal ini menyebabkan keadaan lisis sistemik, di mana terjadi degradasi fibrinogen dan faktor koagulasi lainnya secara luas di sirkulasi, tidak hanya terbatas pada trombus target. Keadaan lisis sistemik inilah yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan risiko perdarahan di lokasi lain, termasuk perdarahan intrakranial.

Selain itu, karena berasal dari bakteri, SK bersifat antigenik. Pemberian SK dapat memicu respons imun, termasuk reaksi alergi (seperti demam, menggigil, ruam, hipotensi) dan pembentukan antibodi anti-streptokinase. Antibodi ini dapat menetralisir SK pada pemberian berikutnya, mengurangi efikasinya, atau bahkan menyebabkan reaksi alergi yang lebih berat. Oleh karena itu, pemberian ulang SK umumnya tidak direkomendasikan dalam jangka waktu tertentu (misalnya, 6 bulan hingga beberapa tahun) setelah dosis pertama.

Indikasi Standar pada STEMI

Streptokinase diindikasikan sebagai terapi reperfusi pada pasien STEMI jika PCI primer tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan dalam kerangka waktu yang direkomendasikan (umumnya >120 menit dari kontak medis pertama jika transfer diperlukan). SK terbukti efektif dalam melisiskan trombus koroner, memulihkan aliran darah (rekanalisasi), membatasi ukuran infark, mempertahankan fungsi miokard, dan mengurangi mortalitas, terutama jika diberikan sedini mungkin setelah onset gejala (ideal <6 jam, manfaat hingga 12 jam).

Kontraindikasi Absolut dan Relatif (Fokus Neurologis dan Trauma)

Meskipun efektif, penggunaan SK dibatasi oleh risiko perdarahan, terutama ICH. Oleh karena itu, identifikasi kontraindikasi sangat penting untuk keselamatan pasien.

Tabel 1: Kontraindikasi Fibrinolisis (Termasuk Streptokinase) - Fokus Neurologis, Trauma, dan Perdarahan


Kategori

Kondisi Kontraindikasi

Catatan

Absolut

Riwayat perdarahan intrakranial (ICH) kapan saja

Risiko rekurensi atau perdarahan baru sangat tinggi.

Stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir

Risiko transformasi hemoragik tinggi.

Kelainan struktural serebrovaskular (misalnya, AVM, aneurisma)

Risiko ruptur dan perdarahan masif.

Neoplasma intrakranial (primer atau metastasis)

Risiko perdarahan intratumoral.

Trauma kepala tertutup signifikan atau trauma wajah dalam 3 bulan terakhir

Risiko tinggi adanya cedera vaskular intrakranial yang tidak terdeteksi atau perdarahan tersembunyi yang dapat diperburuk.


Pembedahan intrakranial atau spinal dalam 1-2 bulan terakhir

Risiko perdarahan di lokasi bedah.


Perdarahan internal aktif (kecuali menstruasi)

Akan memperburuk perdarahan aktif.


Dicurigai diseksi aorta

Dapat menyebabkan ruptur aorta catastrofik.

Relatif

Hipertensi berat yang tidak terkontrol saat presentasi (TD sistolik >180 atau diastolik >110 mmHg)

Meningkatkan risiko ICH. Perlu diturunkan sebelum trombolisis jika memungkinkan.


Riwayat stroke iskemik >3 bulan, demensia, kelainan intrakranial non-absolut

Risiko ICH mungkin sedikit meningkat.


Resusitasi jantung paru (RJP) traumatik/berkepanjangan (>10 menit) atau pembedahan mayor <3 minggu

Risiko perdarahan di lokasi trauma/bedah.


Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)

Risiko perdarahan ulang.


Tusukan vaskular non-kompresibel

Sulit mengontrol perdarahan jika terjadi.


Kehamilan

Risiko perdarahan maternal dan fetal.


Ulkus peptikum aktif

Risiko perdarahan gastrointestinal.


Penggunaan antikoagulan saat ini (INR > 1.7 atau tergantung agen spesifik)

Meningkatkan risiko perdarahan sistemik dan ICH.


Usia >75 tahun

Risiko ICH cenderung lebih tinggi, namun manfaat reperfusi mungkin masih lebih besar pada STEMI luas jika diberikan dini.


Gambar 2. Kontraindikasi terapi Fibrinolitik

Penting dicatat bahwa mekanisme kerja SK yang non-spesifik menyebabkan lisis sistemik, yang secara inheren meningkatkan risiko perdarahan di mana saja, termasuk di lokasi cedera kepala. Inilah dasar mengapa trauma kepala signifikan terkini menjadi kontraindikasi absolut. 

Meskipun beberapa studi membandingkan risiko ICH antara SK dan tPA , pedoman kontraindikasi umumnya tidak membedakan jenis trombolitik untuk trauma kepala atau riwayat ICH. Artinya, dalam konteks trauma kepala, semua agen trombolitik, termasuk SK, dianggap memiliki risiko yang tidak dapat diterima jika traumanya signifikan.

Analisis Pro dan Kontra Streptokinase pada IMA Pasca Trauma Kepala

Pro (Manfaat Potensial - Sangat Terbatas dan Teoritis)

Secara teoritis, potensi manfaat utama pemberian Streptokinase pada pasien IMA adalah reperfusi miokardium. Jika akses ke fasilitas PCI sangat terbatas atau waktu tunda diperkirakan sangat lama (misalnya, >120 menit dari kontak medis pertama), SK berpotensi membuka sumbatan arteri koroner, membatasi kerusakan otot jantung, dan memperbaiki prognosis IMA. 

Selain itu, SK mungkin lebih tersedia dan lebih terjangkau secara biaya dibandingkan PCI atau agen trombolitik generasi baru di beberapa fasilitas kesehatan. Namun, sangat penting untuk ditekankan bahwa potensi manfaat ini hampir selalu dianulir oleh risiko perdarahan intrakranial yang sangat tinggi pada pasien dengan trauma kepala yang signifikan. 

Manfaat teoritis ini hanya mungkin relevan dalam skenario yang sangat spesifik dan jarang: trauma kepala yang dinilai secara klinis sangat ringan (misalnya, benturan minimal tanpa LOC, amnesia, muntah, sakit kepala, atau faktor risiko ICH lainnya, dengan GCS 15 stabil) dan di mana PCI sama sekali tidak dapat diakses dalam waktu yang wajar. 

Bahkan dalam situasi ini, keputusan untuk memberikan trombolisis tetap berisiko tinggi dan berada di luar praktik standar yang direkomendasikan.

Kontra (Risiko Utama - Dominan)

Kerugian utama dan paling berbahaya dari penggunaan Streptokinase pada pasien IMA dengan trauma kepala adalah peningkatan risiko perdarahan intrakranial (ICH) yang fatal atau menyebabkan kecacatan berat. Ini adalah alasan dominan mengapa trauma kepala signifikan terkini merupakan kontraindikasi absolut untuk terapi fibrinolitik.

Trauma kepala, bahkan yang secara klinis tampak ringan (misalnya, GCS 14 atau 15 tanpa defisit neurologis fokal), dapat menyebabkan cedera vaskular mikroskopis, kontusio kecil, atau perdarahan tersembunyi di dalam otak yang mungkin tidak terdeteksi pada pemeriksaan awal. Pemberian Streptokinase, dengan sifat fibrinolitik sistemiknya, pada pasien seperti ini dapat secara langsung menyebabkan bencana neurologis melalui beberapa mekanisme:

  1. Memicu perdarahan baru: Melarutkan bekuan darah kecil yang mungkin telah terbentuk di pembuluh darah otak yang cedera akibat trauma, sehingga menyebabkan perdarahan aktif.

  2. Memperburuk perdarahan yang sudah ada: Mengubah perdarahan kecil atau mikroskopis yang sudah terjadi menjadi perdarahan masif dan ekspansif.

  3. Mencegah hemostasis: Mengganggu proses pembekuan darah normal yang diperlukan untuk menghentikan perdarahan lebih lanjut di lokasi cedera.

Akibatnya adalah peningkatan volume perdarahan intrakranial, peningkatan TIK yang cepat, herniasi batang otak, dan kematian. Risiko ini diperkuat oleh fakta bahwa sulit untuk menyingkirkan cedera intrakranial secara pasti di UGD tanpa pencitraan neurologis (CT Scan), terutama pada pasien yang kesadarannya mungkin terganggu oleh IMA itu sendiri atau oleh trauma.

Laporan kasus dan data dari pasien trauma yang menerima trombolisis untuk indikasi lain (seperti stroke iskemik atau emboli paru) menggarisbawahi bahaya ini. Misalnya, laporan kasus menunjukkan terjadinya hematoma epidural spinal setelah trombolisis untuk STEMI pada pasien dengan trauma kepala , dan studi pada stroke iskemik pasca trauma menunjukkan kekhawatiran tentang peningkatan risiko ICH jika trombolisis diberikan. 

Meskipun data spesifik untuk Streptokinase pada IMA bersamaan trauma kepala sangat langka (kemungkinan karena risiko yang diketahui terlalu tinggi untuk studi formal), prinsip kontraindikasi trombolisis pada trauma kepala signifikan berlaku secara umum.

Secara kausal, pemberian SK pada pasien dengan trauma kepala baru dapat mengubah cedera yang mungkin dapat dikelola menjadi kondisi neurologis yang ireversibel dan fatal. Dilema klinis ini juga menyoroti kebutuhan krusial akan sistem perawatan STEMI yang terintegrasi dengan pusat trauma yang memiliki kapabilitas PCI 24/7. Ketersediaan PCI yang tepat waktu akan menghilangkan kebutuhan untuk mempertimbangkan trombolisis yang sangat berisiko pada kelompok pasien yang kompleks ini.

Kesimpulan dan Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Menghadapi pasien dengan diagnosis IMA STEMI yang bersamaan dengan trauma kepala merupakan salah satu tantangan klinis terbesar di UGD. Berdasarkan tinjauan literatur PubMed dan pedoman klinis yang ada, kesimpulan utamanya adalah bahwa pada pasien dengan trauma kepala signifikan yang baru terjadi, risiko perdarahan intrakranial akibat pemberian Streptokinase (atau agen fibrinolitik lainnya) secara konsisten dianggap jauh lebih besar daripada potensi manfaat reperfusi miokard. Prinsip primum non nocere (utamakan tidak merugikan) harus menjadi panduan utama.

Berikut adalah panduan praktis bagi Dokter Umum dalam menangani situasi ini, dengan fokus pada Diagnosis dan Terapi Infark Miokard serta Diagnosis dan Terapi Trauma Kepala:

  1. Penilaian Awal Cermat dan Menyeluruh: Lakukan pemeriksaan neurologis cepat namun teliti pada semua pasien suspek IMA yang memiliki riwayat atau tanda trauma kepala, sekecil apapun mekanismenya. Catat skor GCS, ukuran dan reaksi pupil, serta ada tidaknya defisit neurologis fokal.

  2. Identifikasi Kontraindikasi Secara Aktif: Wawancara riwayat pasien dan/atau keluarga mengenai riwayat stroke, perdarahan otak, operasi kepala/spinal, atau trauma kepala signifikan sebelumnya. Periksa tanda-tanda fraktur basis kranii atau trauma wajah/kepala lainnya. Waspadai faktor risiko ICH seperti usia lanjut, penggunaan antikoagulan/antiplatelet, dan GCS < 15.

  3. Hindari Streptokinase pada Trauma Kepala Signifikan: Jika terdapat bukti klinis trauma kepala signifikan (misalnya, GCS < 15, LOC > beberapa menit, amnesia, muntah berulang, sakit kepala hebat, tanda fraktur tengkorak, defisit neurologis fokal) atau jika ada keraguan mengenai tingkat keparahan cedera kepala, Streptokinase dan agen trombolitik lainnya harus dihindari. Ini adalah kontraindikasi absolut.

  4. Pertimbangkan CT Scan Kepala Darurat: Jika kondisi hemodinamik pasien memungkinkan dan terdapat kecurigaan klinis cedera intrakranial berdasarkan mekanisme trauma, GCS, atau temuan klinis lainnya , CT scan kepala darurat sangat dianjurkan sebelum membuat keputusan akhir mengenai terapi reperfusi. Sadari bahwa ini mungkin menunda waktu reperfusi IMA, namun diperlukan untuk keamanan.

  5. Prioritaskan PCI: Intervensi Koroner Perkutan Primer (PPCI) adalah strategi reperfusi yang jauh lebih aman dan menjadi pilihan utama pada pasien STEMI dengan kontraindikasi trombolisis, termasuk trauma kepala. Jika rumah sakit tidak memiliki fasilitas PCI, upayakan transfer segera ke pusat PCI terdekat yang mampu menangani kasus kompleks ini, setelah stabilisasi awal.

  6. Kasus Trauma Sangat Ringan (Kewaspadaan Ekstra Tinggi): Hanya dalam situasi yang sangat jarang, di mana trauma kepala sangat jelas ringan (misalnya, benturan minimal pada pasien sadar penuh, GCS 15 stabil tanpa LOC/amnesia/muntah/sakit kepala hebat, dan tanpa faktor risiko ICH lain) DAN PCI sama sekali tidak tersedia atau waktu tunda diperkirakan sangat lama (>120 menit), diskusi multidisiplin yang sangat hati-hati mengenai risiko vs manfaat trombolisis mungkin dapat dipertimbangkan. Namun, perlu ditekankan bahwa ini deviasi dari pedoman standar dan membawa risiko inheren yang signifikan. Pedoman umum mengklasifikasikan trauma kepala signifikan terkini sebagai kontraindikasi absolut.

  7. Konsultasi Multidisiplin: Jika memungkinkan, libatkan konsultasi dengan spesialis kardiologi dan/atau neurologi/bedah saraf untuk membantu pengambilan keputusan pada kasus-kasus kompleks seperti ini.

Pengambilan keputusan pada pasien IMA dengan trauma kepala memerlukan penilaian klinis yang cermat, pemahaman mendalam tentang risiko dan manfaat masing-masing intervensi, dan prioritas utama pada keselamatan pasien. Memilih strategi yang tepat dalam Diagnosis dan Terapi Infark Miokard sambil mempertimbangkan implikasi dari Diagnosis dan Terapi Trauma Kepala adalah kunci untuk hasil yang optimal dalam situasi yang menantang ini.

Referensi

  1. Understanding myocardial infarction - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6124376/

  2. Recent advances in the diagnosis and treatment of acute myocardial infarction - PMC - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4438466/

  3. Acute Myocardial Infarction - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459269/

  4. Myocardial Infarction - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537076/

  5. Advancements in Myocardial Infarction Management: Exploring Novel Approaches and Strategies - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10587445/

  6. Reperfusion times for ST elevation myocardial infarction: a prospective audit - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2323485/

  7. Implementation of reperfusion therapy in acute myocardial infarction. A policy statement from the European Society of Cardiology - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16311237/

  8. Rescue PCI in the management of STEMI: Contemporary results from the Melbourne Interventional Group registry - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7988313/

  9. Reperfusion Strategy of ST-Elevation Myocardial Infarction: A Meta-Analysis of Primary Percutaneous Coronary Intervention and Pharmaco-Invasive Therapy - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8970601/

  10. Reperfusion therapy for ST elevation acute myocardial infarction in Europe: description of the current situation in 30 countries - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19933242/

  11. Closed Head Trauma - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK557861/

  12. Definitions of Traumatic Brain Injury - NCBI, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542588/

  13. Traumatic Brain Injury (TBI) | National Institute of Neurological Disorders and Stroke, diakses April 16, 2025, https://www.ninds.nih.gov/health-information/disorders/traumatic-brain-injury-tbi

  14. Traumatic Brain Injury - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557861/

  15. Clinical Factors Predictive for Intracranial Hemorrhage in Mild Head Injury - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29359046/

  16. Risk factors for traumatic intracranial hemorrhage in mild traumatic brain injury patients at the emergency department: a systematic review and meta-analysis, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11406809/

  17. Intracranial Hemorrhage - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470242/

  18. Risk of Traumatic Intracranial Hemorrhage in Patients with Head Injury and Preinjury Warfarin or Clopidogrel Use - National Institutes of Health (NIH), diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3576045/

  19. Incidence and risk factors of delayed intracranial hemorrhage in the emergency department - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28811212/

  20. [Table], Table 1. Contraindication for Thrombolytic Therapy[17] - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536918/table/article-51594.table0/

  21. Absolute and Relative Contraindications to IV rt-PA for Acute Ischemic Stroke - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4530420/

  22. Fibrinolytics for the treatment of pulmonary embolism - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7487055/

  23. Thrombolytic Therapy - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557411/

  24. Streptokinase (Archived) - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31985996/

  25. Pharmacology of fibrinolysis - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/1555484/

  26. Fibrinolytic agents: mechanisms of activity and pharmacology - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8578491/

  27. Reprogrammed streptokinases develop fibrin-targeting and dissolve blood clots with more potency than tissue plasminogen activator - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19566545/

  28. [Streptokinase treatment in acute myocardial infarction] - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2645688/

  29. Thrombolytic therapy in acute myocardial infarction - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2108851/

  30. Thrombolysis and Adjunctive Therapy in Acute Myocardial Infarction: The Seventh ACCP Conference on Antithrombotic and Thrombolytic Therapy - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15383484/

  31. A Clinical Observation of Intravenous Thrombolysis in Acute Ischemic Stroke with Minor Trauma - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8216721/

  32. Intravenous thrombolysis in ischemic stroke patients with a prior intracranial hemorrhage: a meta-analysis - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8808019/

  33. Update on Thrombolytic Therapy in Acute Pulmonary ..., diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6592452/

  34. New advances in the management of acute coronary syndromes: 2. Fibrinolytic therapy for acute ST-segment elevation myocardial infarction - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC81461/

  35. Spinal Epidural Hematoma Secondary to Tenecteplase for ST-Elevation Myocardial Infarction in the Setting of Trauma and Cervical Endplate Fracture - PMC - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7067686/

  36. Utilization of alteplase in trauma victim with an open abdomen - PMC - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3162721/

  37. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Tahun 2024