6 Aug 2025 • Kulit
Striae gravidarum (SG), atau yang lebih dikenal sebagai stretch mark yang timbul selama atau setelah kehamilan, merupakan salah satu keluhan dermatologis yang paling umum dihadapi oleh wanita. Prevalensinya dilaporkan mencapai hingga 90% pada wanita hamil. Bahkan, SG merupakan manifestasi perubahan kulit kedua yang paling sering terjadi selama periode kehamilan, setelah perubahan pigmentasi.
Tingginya angka kejadian ini menggarisbawahi betapa pentingnya bagi Dokter Umum untuk memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai kondisi ini, mengingat banyaknya pasien wanita pasca melahirkan yang akan datang berkonsultasi mengenai masalah ini.Meskipun SG secara medis tidak dianggap berbahaya atau mengancam jiwa, dampaknya terhadap penampilan fisik dapat sangat signifikan.
Hal ini seringkali menjadi sumber tekanan emosional dan distres psikologis bagi banyak wanita, mempengaruhi kepercayaan diri dan kualitas hidup mereka. Aspek psikologis inilah yang seringkali menjadi motivasi utama pasien untuk mencari berbagai modalitas terapi. SG umumnya mulai terlihat pada trimester ketiga kehamilan dan cenderung memudar seiring waktu beberapa bulan setelah persalinan, namun penting untuk dicatat bahwa lesi ini seringkali tidak dapat hilang sepenuhnya secara alami.
Pemahaman akan perjalanan alami SG ini menjadi krusial bagi Dokter Umum dalam memberikan edukasi yang tepat dan mengelola ekspektasi pasien terhadap hasil terapi yang mungkin dicapai.
Mengingat prevalensi SG yang sangat tinggi, fakta bahwa lesi ini seringkali bersifat permanen, dan kenyataan bahwa banyak modalitas terapi yang ada saat ini memiliki bukti ilmiah yang terbatas atau memberikan hasil yang bervariasi , peran Dokter Umum dalam memberikan edukasi yang realistis menjadi sangat fundamental.
Pasien perlu memahami batasan-batasan terapi yang ada dan perjalanan alami SG untuk menghindari kekecewaan, serta mencegah pencarian terapi yang mahal, tidak perlu, atau tidak terbukti efektif. Salah satu sumber bahkan mengindikasikan bahwa "sekadar mengoleskan berbagai krim untuk masalah kulit ini selama kehamilan efektif dalam meningkatkan perasaan pengguna" , yang menyoroti adanya komponen psikologis kuat yang dapat dikelola oleh Dokter Umum melalui komunikasi empatik, pemberian informasi yang akurat, dan penetapan tujuan terapi yang realistis. Diskusi terbuka mengenai "Diagnosis dan Terapi stretch mark" yang sesuai dan berbasis bukti menjadi kunci dalam pendekatan ini.
Etiologi pasti dari striae gravidarum (SG) belum sepenuhnya terungkap, namun hipotesis utama yang diterima saat ini adalah keterlibatan perubahan struktural pada kolagen dan elastin di lapisan dermis kulit. Perubahan ini diduga kuat dimediasi oleh fluktuasi hormonal yang signifikan selama masa kehamilan.
Secara lebih luas, striae distensae (SD), yang mencakup SG, didefinisikan sebagai lesi dermal atrofik berbentuk linear yang timbul akibat peregangan kulit secara berlebihan yang melampaui kapasitas elastisitas alaminya. Peregangan ini menyebabkan kerusakan dan reorganisasi pada jaringan ikat dermal, terutama pada serat kolagen dan elastin, yang merupakan komponen utama penunjang struktur dan kekenyalan kulit.
Pemahaman dasar bahwa SG pada hakikatnya adalah suatu bentuk jaringan parut pada dermis akibat kerusakan struktural ini membantu menjelaskan mengapa upaya terapi seringkali menantang dan umumnya bertujuan untuk merangsang proses perbaikan atau regenerasi pada lapisan dermal tersebut.
Penelitian histologis pada sampel kulit pasien pasca-operasi bariatrik yang mengalami SD (meskipun konteksnya berbeda dengan SG) menunjukkan adanya gambaran struktur kolagen yang tidak teratur, degradasi atau kerusakan serat elastin, dan pembentukan jaringan parut fokal. Temuan ini konsisten dengan adanya degradasi matriks ekstraseluler pada area striae. Meskipun perlu kehati-hatian dalam melakukan ekstrapolasi langsung temuan ini ke SG, data ini memberikan gambaran mikroskopis mengenai kerusakan matriks dermal yang terjadi pada SD secara umum, yang relevan untuk memahami target potensial dari berbagai modalitas terapi.
Beberapa faktor risiko utama telah teridentifikasi yang dapat meningkatkan kemungkinan seorang wanita mengalami SG. Faktor-faktor ini meliputi usia maternal yang lebih muda saat hamil, adanya riwayat SG pada ibu atau anggota keluarga perempuan lainnya (mengindikasikan adanya predisposisi genetik), indeks massa tubuh (IMT) pra-kehamilan yang relatif tinggi, kenaikan berat badan yang signifikan dan cepat selama periode kehamilan, serta berat lahir bayi yang besar.
Pengenalan dan identifikasi faktor-faktor risiko ini oleh Dokter Umum pada saat pemeriksaan antenatal memungkinkan dilakukannya konseling yang lebih proaktif dan perencanaan strategi pencegahan yang lebih terarah, khususnya pada populasi wanita hamil yang memiliki risiko lebih tinggi.
Gambar 1. Faktor yang berhubungan dengan peregangan striae
Secara klinis, striae dapat dibedakan menjadi dua tahap utama berdasarkan penampilannya. Tahap awal, dikenal sebagai striae rubrae, ditandai dengan lesi berwarna kemerahan atau keunguan, yang mungkin sedikit menonjol atau datar, dan terkadang disertai rasa gatal. Ini merefleksikan adanya proses inflamasi aktif dan peningkatan vaskularisasi pada lesi.
Seiring berjalannya waktu, lesi ini akan bertransisi menjadi striae albae, yang merupakan tahap lanjut atau matur. Striae albae tampak sebagai lesi berwarna putih pucat atau hipopigmentasi, bersifat atrofik (kulit menipis dan cekung), dan seringkali memiliki permukaan yang berkerut. Penting untuk dicatat bahwa efektivitas berbagai terapi topikal seringkali tidak secara spesifik dibedakan untuk striae rubrae versus striae albae dalam laporan penelitian.
Namun demikian, beberapa modalitas terapi, seperti laser vaskular (contohnya Pulsed Dye Laser), diketahui lebih efektif untuk striae rubrae karena mekanisme kerjanya yang menargetkan komponen vaskular (hemoglobin) yang menonjol pada fase inflamasi awal ini. Kemampuan Dokter Umum untuk membedakan kedua jenis striae ini adalah fundamental dalam proses "Diagnosis dan Terapi stretch mark," karena akan mempengaruhi pilihan terapi yang direkomendasikan dan prognosis hasilnya.
Striae rubrae, sebagai fase yang masih aktif secara vaskular dan inflamatorik, secara teoritis mungkin lebih responsif terhadap intervensi tertentu dibandingkan striae albae yang sudah stabil dan didominasi oleh jaringan parut fibrotik.
Gambar 2. Perbandingan antara striae albae dan striae rubrae
Perubahan patofisiologis yang mendasari terbentuknya striae, yaitu kerusakan dan reorganisasi kolagen serta elastin , secara logis mengarahkan bahwa pilihan terapi yang paling menjanjikan adalah yang mampu merangsang sintesis kolagen baru, memperbaiki organisasi serat elastin, atau memodulasi proses inflamasi yang terjadi pada striae rubrae.
Hal ini membantu menjelaskan mengapa beberapa terapi prosedural yang dilakukan oleh spesialis, seperti laser fraksional dan microneedling (yang bertujuan utama untuk merangsang neokolagenesis dan remodeling dermal) , seringkali menunjukkan hasil perbaikan yang lebih nyata dibandingkan dengan agen-agen topikal.
Agen topikal umumnya memiliki keterbatasan dalam hal penetrasi ke lapisan dermis dan mekanisme kerja yang mungkin kurang poten untuk merangsang perubahan struktural signifikan pada dermis. Dokter Umum perlu memahami dasar patofisiologis ini untuk dapat memberikan penjelasan yang komprehensif kepada pasien mengenai keterbatasan efikasi terapi topikal dan kapan rujukan untuk tindakan prosedural oleh spesialis mungkin lebih sesuai dan memberikan harapan hasil yang lebih baik.
Lebih lanjut, perlu disadari adanya keterbatasan dalam bukti patofisiologi yang spesifik untuk striae gravidarum itu sendiri. Beberapa sumber secara eksplisit menyatakan bahwa "patogenesis molekuler SG mungkin berbeda dari striae akibat penyebab lain." Ini merupakan poin kritis yang mengindikasikan bahwa ekstrapolasi data dari penelitian mengenai striae distensae secara umum ke striae gravidarum harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Kurangnya pemahaman yang mendalam mengenai patofisiologi spesifik SG, termasuk peran unik dari faktor hormonal selama kehamilan dan respons kulit individu terhadap peregangan masif dalam periode tersebut, kemungkinan menjadi salah satu faktor yang menghambat pengembangan terapi yang benar-benar efektif dan ditargetkan secara khusus untuk SG.
Ini adalah sebuah keterbatasan ilmiah yang perlu diakui dan idealnya disampaikan oleh Dokter Umum dalam sesi konseling, sehingga pasien memahami mengapa hingga saat ini belum ada "obat mujarab" yang dapat menghilangkan SG secara tuntas.
Diagnosis striae gravidarum (SG) di tingkat layanan primer pada umumnya bersifat klinis dan langsung, tidak memerlukan pemeriksaan penunjang yang kompleks. Dokter Umum dapat menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis yang cermat dan temuan pemeriksaan fisik yang khas.
Anamnesis Kunci:
Penggalian riwayat pasien secara komprehensif memegang peranan penting. Beberapa poin utama yang perlu ditanyakan meliputi:
Riwayat Kehamilan: Tanyakan secara detail mengenai riwayat kehamilan pasien, termasuk paritas (jumlah kehamilan sebelumnya), usia saat hamil, dan adanya riwayat komplikasi kehamilan tertentu yang mungkin relevan.
Waktu Timbulnya Striae: Klarifikasi kapan striae mulai muncul – apakah selama masa kehamilan (dan jika ya, pada trimester keberapa) atau baru disadari setelah melahirkan. Informasi ini dapat membantu membedakan SG dari jenis striae lainnya dan memberikan petunjuk mengenai "usia" lesi.
Faktor Risiko Individual: Gali secara spesifik mengenai faktor-faktor risiko yang telah teridentifikasi, seperti adanya riwayat SG dalam keluarga (ibu, saudara perempuan), Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum hamil, total kenaikan berat badan selama periode kehamilan, dan riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir besar.
Gejala Penyerta: Tanyakan apakah striae disertai dengan gejala lain, misalnya rasa gatal (pruritus) atau nyeri. Gejala-gejala ini lebih sering dilaporkan pada fase awal striae (striae rubrae).
Riwayat Penggunaan Terapi Sebelumnya: Catat jenis terapi apa saja yang mungkin pernah digunakan pasien untuk mengatasi striae, berapa lama terapi tersebut digunakan, dan bagaimana persepsi pasien terhadap efektivitasnya.
Dampak Psikologis dan Motivasi Pasien: Evaluasi sejauh mana striae mempengaruhi kualitas hidup, kepercayaan diri, dan kondisi psikologis pasien secara umum. Pemahaman mengenai hal ini penting untuk menentukan motivasi pasien dalam menjalani terapi dan urgensi penanganan.
Status Menyusui: Informasi mengenai apakah pasien sedang menyusui atau tidak adalah krusial, karena akan mempengaruhi kelayakan dan keamanan beberapa pilihan terapi topikal, khususnya tretinoin.
Pemeriksaan Fisik Esensial:
Pemeriksaan fisik difokuskan pada observasi langsung lesi kulit:
Inspeksi Lesi: Amati karakteristik morfologi striae, yang khasnya berupa lesi linear, multipel, dan orientasinya mengikuti garis regangan kulit.
Klasifikasi Striae (Rubra vs. Alba): Lakukan pembedaan yang jelas antara striae rubrae dan striae albae. Striae rubrae biasanya tampak sebagai lesi berwarna merah muda, merah, hingga keunguan; seringkali sedikit menonjol atau datar; dan dapat disertai rasa gatal. Sebaliknya, striae albae adalah lesi yang lebih matur, berwarna putih pucat atau hipopigmentasi, bersifat atrofik (kulit tampak menipis dan cekung), dan seringkali memiliki tekstur permukaan yang berkerut atau seperti kertas sigaret. Kemampuan membedakan kedua jenis striae ini sangat penting karena akan mempengaruhi diskusi mengenai pilihan "Terapi stretch mark" dan ekspektasi hasilnya.
Lokasi Lesi: Dokumentasikan dengan cermat area tubuh mana saja yang terkena striae. Lokasi tersering SG adalah abdomen, payudara, paha, pinggul, dan bokong.
Gambar 3. Ilustrasi Lokasi anatomi yang umum mengalami peregangan striae
Palpasi Lesi: Dengan palpasi ringan, rasakan tekstur striae. Striae albae biasanya teraba lebih lunak, cekung, dan atrofik dibandingkan kulit normal di sekitarnya.
Penilaian Keparahan (Subjektif Klinis): Meskipun tidak ada sistem skoring standar yang secara eksplisit disebutkan dalam sumber yang tersedia untuk digunakan oleh Dokter Umum, penilaian klinis secara subjektif mengenai beberapa parameter dapat membantu. Parameter tersebut meliputi luas area kulit yang terlibat, perkiraan jumlah striae, lebar masing-masing striae, dan derajat atrofi atau perubahan warna yang terjadi. Penilaian ini berguna untuk diskusi lebih lanjut dengan pasien mengenai tingkat keparahan dan sebagai dasar pertimbangan untuk rujukan jika diperlukan.
Tidak ada indikasi dari sumber yang tersedia bahwa pemeriksaan penunjang invasif (seperti biopsi kulit) atau pencitraan canggih diperlukan untuk diagnosis SG tipikal di layanan primer. Diagnosis ditegakkan murni berdasarkan temuan klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Hal ini memberdayakan Dokter Umum untuk dapat secara percaya diri mendiagnosis SG dan memberikan konseling awal kepada pasien. Poin diagnostik terpenting yang harus dikuasai oleh Dokter Umum adalah kemampuan untuk membedakan secara akurat antara striae rubrae dan striae albae, karena klasifikasi ini akan menjadi dasar utama dalam diskusi mengenai "Diagnosis dan Terapi stretch mark" yang potensial serta dalam mengelola ekspektasi pasien terhadap hasil pengobatan yang mungkin dicapai.
Upaya pencegahan timbulnya striae gravidarum (SG) merupakan topik yang banyak diminati oleh wanita hamil. Namun, penting untuk diketahui bahwa studi ilmiah yang secara spesifik dan komprehensif membahas metode pencegahan SG, terutama yang dilakukan selama masa kehamilan, masih relatif jarang dan seringkali memiliki keterbatasan metodologis.
Akibatnya, hingga saat ini, metode pencegahan yang benar-benar andal dan terbukti secara ilmiah kuat masih langka. Informasi ini krusial untuk disampaikan oleh Dokter Umum kepada pasien agar ekspektasi terhadap efektivitas berbagai produk atau metode pencegahan tetap realistis.
Berdasarkan tinjauan literatur dari sumber-sumber Pubmed yang tersedia, berikut adalah evaluasi kritis terhadap beberapa agen topikal yang sering digunakan atau diteliti untuk pencegahan SG:
Ekstrak Centella asiatica (Madecassoside): Terdapat bukti yang bersifat terbatas (limited evidence) yang mengindikasikan bahwa penggunaan ekstrak Centella asiatica secara topikal mungkin dapat membantu mencegah timbulnya SG atau setidaknya mengurangi tingkat keparahannya. Beberapa produk komersial, seperti krim Trofolastin (yang diketahui mengandung ekstrak Centella asiatica), dilaporkan menunjukkan bukti efikasi level-2 untuk penggunaan profilaksis dalam mencegah SG. juga menyebutkan bahwa menggosok kulit dengan ekstrak dari pohon Centella memiliki nilai terapeutik yang terbatas.
Asam Hialuronat: Bukti ilmiah yang mendukung penggunaan asam hialuronat topikal untuk pencegahan SG dinilai masih lemah (weak evidence).
Pijat dengan Minyak Almond Pahit: Ada kemungkinan (possibly) bahwa melakukan pijat secara teratur pada area kulit yang rentan dengan menggunakan minyak almond pahit dapat membantu mencegah SG atau mengurangi keparahannya. Namun, bukti yang mendukung klaim ini juga masih terbatas. juga menyinggung bahwa menggosok kulit dengan minyak almond (tanpa spesifikasi jenisnya) memiliki nilai terapeutik yang terbatas.
Cocoa Butter (Mentega Kakao) dan Minyak Zaitun: Kedua bahan alami ini sangat populer dan sering digunakan oleh masyarakat awam untuk pencegahan SG. Akan tetapi, berdasarkan tinjauan ilmiah, cocoa butter dan minyak zaitun secara konsisten dilaporkan tidak efektif dalam mencegah timbulnya SG maupun dalam mengurangi keparahan lesi yang sudah ada.
Bagi Dokter Umum, informasi ini dapat menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi kepada pasien. Produk yang mengandung Centella asiatica atau asam hialuronat dapat dipertimbangkan, namun dengan penekanan bahwa bukti efikasinya belum kuat. Pijat dengan minyak almond pahit dapat menjadi alternatif intervensi non-farmakologis yang aman dan mungkin memberikan sedikit manfaat.
Sangat penting bagi Dokter Umum untuk secara eksplisit menginformasikan pasien bahwa produk-produk populer seperti cocoa butter dan minyak zaitun tidak didukung oleh bukti ilmiah yang memadai untuk pencegahan SG, sehingga pasien dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu.
Identifikasi wanita hamil dengan faktor risiko SG yang tinggi (seperti usia muda saat hamil, riwayat SG dalam keluarga, IMT pra-kehamilan yang tinggi, dan lainnya) menjadi sangat penting, karena mereka merupakan populasi target yang paling tepat untuk mendapatkan konseling dan intervensi pencegahan. Ini menegaskan kembali peran proaktif Dokter Umum dalam skrining faktor risiko selama perawatan antenatal.
Terdapat kesenjangan yang signifikan antara tingginya permintaan dari pasien akan metode pencegahan SG yang efektif dan ketersediaan bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung sebagian besar produk atau intervensi yang ada di pasaran. Banyak wanita hamil secara aktif mencari cara untuk mencegah SG karena kekhawatiran akan dampak kosmetik dan psikologisnya.
Namun, berbagai sumber secara berulang menekankan kurangnya bukti berkualitas tinggi untuk sebagian besar produk topikal yang dipasarkan untuk tujuan pencegahan. Dokter Umum berada pada posisi kunci untuk menjembatani kesenjangan informasi ini. Mereka harus mampu memberikan informasi yang seimbang, jujur, dan berbasis bukti, membantu pasien menghindari pengeluaran yang tidak perlu untuk produk yang tidak terbukti efektif, serta mengelola harapan pasien secara realistis.
Penekanan pada terminologi seperti "mungkin," "bukti terbatas," dan "bukti lemah" menjadi sangat penting dalam proses konseling. Sebuah observasi menarik dari salah satu sumber menyatakan bahwa "sekadar mengoleskan berbagai krim untuk masalah kulit ini selama kehamilan efektif dalam meningkatkan perasaan pengguna."
Ini adalah wawasan yang sangat relevan bagi Dokter Umum. Meskipun efikasi biologis dari banyak agen pencegahan SG mungkin diragukan, tindakan merawat diri, memberikan perhatian khusus pada perubahan tubuh yang terjadi selama kehamilan, dan ritual mengoleskan krim atau minyak mungkin memiliki manfaat psikologis yang tidak boleh diabaikan bagi ibu hamil.
Aspek ini dapat diintegrasikan dalam pendekatan holistik saat memberikan konseling, di mana kenyamanan emosional dan pengalaman positif selama kehamilan juga menjadi pertimbangan, selama produk yang digunakan dipastikan aman untuk ibu dan janin.
Manajemen striae gravidarum (SG) pasca kehamilan bertujuan untuk memperbaiki penampilan lesi yang sudah terbentuk. Pilihan terapi sangat bergantung pada jenis striae (rubra atau alba), preferensi pasien, serta ketersediaan dan keahlian tenaga medis.
Terapi topikal seringkali menjadi lini pertama yang dipertimbangkan karena kemudahan penggunaan dan sifatnya yang non-invasif. Namun, efikasinya bervariasi dan bukti ilmiahnya untuk beberapa agen masih terbatas.
Tretinoin (Retinoid Topikal):
Mekanisme & Efikasi: Tretinoin, suatu derivat vitamin A, menunjukkan potensi paling menjanjikan di antara agen topikal lainnya, khususnya untuk mengurangi keparahan SG yang baru muncul atau masih dalam fase inflamasi (striae rubrae). Sebuah studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan bahwa penggunaan krim tretinoin 0.1% setiap hari selama 6 bulan menghasilkan perbaikan klinis yang signifikan pada striae aktif/awal dibandingkan dengan plasebo. Perbaikan ini meliputi penurunan rata-rata panjang dan lebar striae. Meskipun mekanisme pasti bagaimana tretinoin memperbaiki penampilan striae belum sepenuhnya diketahui, dan studi tersebut tidak menemukan perbedaan signifikan dalam kualitas atau kuantitas kolagen dan serat elastin dermal jika dibandingkan dengan plasebo , perbaikan klinis yang teramati cukup signifikan. Perlu dicatat, sebuah network meta-analysis yang lebih luas untuk striae distensae secara umum (bukan hanya SG) mengindikasikan bahwa tretinoin topikal sebagai monoterapi memiliki performa terburuk dalam meningkatkan efektivitas klinis dan kepuasan pasien dibandingkan dengan kombinasi terapi atau prosedur. Hal ini mungkin disebabkan oleh heterogenitas jenis striae yang diikutsertakan dalam analisis tersebut.
Konsentrasi/Dosis Obat Stretch Mark & Aplikasi: Konsentrasi tretinoin topikal yang dilaporkan efektif dalam studi berkisar antara ≥0.05% hingga 0.1%. Aplikasi umumnya dilakukan sekali sehari, dioleskan tipis pada area striae yang terkena.
Peringatan Penting untuk Dokter Umum:
Kehamilan: Penggunaan tretinoin sangat dibatasi oleh kategori kehamilannya. Retinoid sistemik diketahui memiliki potensi teratogenik yang tinggi. Oleh karena itu, tretinoin topikal dikontraindikasikan secara absolut selama masa kehamilan. Dokter Umum harus memberikan penekanan yang sangat kuat dan jelas mengenai hal ini kepada semua pasien wanita usia subur.
Menyusui: Keamanan penggunaan tretinoin topikal selama masa menyusui belum diteliti secara spesifik dan ekstensif. Penggunaan retinoid oral harus dihindari selama menyusui. Mengingat penyerapan sistemik dari aplikasi tretinoin topikal umumnya buruk atau minimal, risiko pada bayi yang disusui dianggap rendah. Meskipun demikian, sebagai tindakan kewaspadaan standar, tretinoin tidak boleh dioleskan langsung ke area puting dan areola, dan harus dipastikan tidak ada kontak langsung antara kulit bayi dengan area kulit ibu yang sedang dirawat dengan tretinoin. Keputusan untuk menggunakan tretinoin topikal selama menyusui harus didasarkan pada pertimbangan cermat antara manfaat yang diharapkan bagi ibu dan potensi risiko (meskipun diyakini rendah) bagi bayi. Diskusi mendalam antara dokter dan pasien sangat dianjurkan.
Asam Hialuronat:
Bukti ilmiah yang mendukung penggunaan asam hialuronat topikal untuk pencegahan SG dinilai masih lemah. Beberapa produk kombinasi topikal yang ditujukan untuk mengatasi SD secara umum mungkin mengandung asam hialuronat (misalnya, produk seperti Alphastria atau Trofolastin yang disebutkan dalam konteks pencegahan). Namun, sumber yang tersedia tidak menyediakan detail mengenai dosis spesifik atau efikasi asam hialuronat sebagai terapi SG pasca-kehamilan yang dapat dikelola secara mandiri oleh Dokter Umum.
Ekstrak Centella asiatica (Madecassoside):
Terdapat bukti terbatas yang menunjukkan potensi ekstrak Centella asiatica untuk pencegahan atau pengurangan keparahan SG. Krim Trofolastin (yang mungkin mengandung Centella asiatica) dilaporkan menunjukkan bukti efikasi level-2 untuk penggunaan profilaksis. Namun, sama seperti asam hialuronat, tidak ada detail dosis atau data efikasi yang kuat sebagai terapi SG pasca-kehamilan dari sumber yang tersedia.
Agen Topikal Lain (misalnya, Asam Glikolat, Asam Askorbat):
Beberapa agen ini disebutkan sebagai pengobatan umum untuk striae distensae dalam satu tinjauan literatur. Akan tetapi, tidak ada data spesifik mengenai efikasi, "dosis obat stretch mark", atau peruntukan khusus untuk SG pasca-kehamilan yang relevan untuk manajemen oleh Dokter Umum dalam sumber-sumber yang diacu.
Di antara berbagai agen topikal yang disebutkan, tretinoin adalah satu-satunya yang memiliki dukungan dari studi RCT yang secara spesifik menunjukkan perbaikan klinis pada striae awal atau aktif (yaitu, striae rubrae). Konsentrasi spesifik (0.05%-0.1%) juga telah dilaporkan , yang relevan dengan fokus pada "dosis obat stretch mark".
Namun, peran Dokter Umum yang paling krusial terkait tretinoin adalah memberikan konseling yang sangat jelas dan tegas mengenai kontraindikasi absolutnya selama kehamilan dan perlunya tindakan pencegahan yang ketat serta pertimbangan risiko-manfaat selama menyusui. Untuk agen topikal lain seperti asam hialuronat dan Centella asiatica, bukti yang ada dari sumber yang tersedia lebih condong ke arah penggunaan untuk pencegahan dan umumnya bersifat terbatas atau lemah.
Sumber-sumber tersebut tidak menyediakan data pendukung yang kuat untuk penggunaannya sebagai terapi definitif SG pasca-kehamilan yang dapat diresepkan atau direkomendasikan secara luas oleh Dokter Umum dengan ekspektasi hasil yang tinggi. Dokter Umum harus mengkomunikasikan keterbatasan bukti ini kepada pasien.
Untuk pasien yang menginginkan perbaikan lebih lanjut atau memiliki striae yang tidak merespons terapi topikal, berbagai modalitas terapi prosedural dapat dipertimbangkan. Penting bagi Dokter Umum untuk memiliki pemahaman umum mengenai pilihan-pilihan ini guna memberikan informasi awal dan melakukan rujukan yang tepat ke dokter spesialis kulit.
Gambaran Umum: Banyak modalitas prosedural telah dikembangkan untuk tata laksana striae distensae (SD), namun perlu ditekankan bahwa hingga saat ini tidak ada satupun yang dapat menghilangkan lesi striae sepenuhnya. Pendekatan kombinasi beberapa jenis terapi seringkali lebih disukai oleh para spesialis untuk mencapai hasil yang lebih optimal. Mayoritas dari terapi prosedural ini bekerja dengan cara merangsang produksi kolagen baru di lapisan dermis dan mempromosikan remodeling jaringan.
Terapi Laser:
Pulsed Dye Laser (PDL) 585-nm atau 595-nm: Laser jenis ini sangat efektif untuk striae rubrae (fase inflamasi/awal). Mekanisme kerjanya adalah dengan menargetkan hemoglobin yang terdapat dalam pembuluh darah yang melebar pada lesi striae yang masih kemerahan, sehingga dapat mengurangi eritema dan memperbaiki penampilan lesi. Dokter Umum perlu mengetahui ini sebagai salah satu opsi rujukan utama untuk pasien dengan striae merah yang menonjol dan dirasa mengganggu secara kosmetik.
Laser Fraksional (Ablatif seperti CO2 10.600nm; Non-ablatif seperti Er:glass 1550nm): Laser fraksional lebih ditujukan untuk terapi striae albae (fase atrofik/lanjut). Laser ini bekerja dengan menciptakan zona-zona mikroskopis kerusakan termal pada kulit, yang kemudian merangsang proses penyembuhan alami tubuh, termasuk remodeling kolagen dan berpotensi memperbaiki tekstur serta pigmentasi striae. Laser fraksional non-ablatif (misalnya Er:glass 1550nm) dilaporkan dapat memberikan perbaikan penampilan lesi SD sekitar 50-75%. Sebuah studi komparatif terkontrol menemukan bahwa laser Er:glass 1550nm memberikan hasil klinis yang lebih baik secara signifikan dan dengan efek samping (khususnya hiperpigmentasi pasca-inflamasi/PIH) yang lebih sedikit dibandingkan dengan laser CO2 fraksional dalam terapi striae albae. Meskipun demikian, sensasi nyeri selama prosedur dilaporkan lebih tinggi pada penggunaan Er:glass. Pasien dalam studi tersebut menunjukkan preferensi yang lebih tinggi terhadap modalitas Er:glass. Sebuah network meta-analysis juga menyebutkan bahwa laser CO2 fraksional merupakan kandidat alternatif yang baik untuk terapi striae. Informasi ini penting bagi Dokter Umum untuk bahan diskusi saat merujuk pasien, menyoroti bahwa terdapat pilihan jenis laser yang berbeda untuk striae albae, masing-masing dengan profil efikasi dan risiko efek samping yang perlu dipertimbangkan oleh dokter spesialis.
Microneedling (MN) dan Microneedle Radiofrequency (MRF):
Mekanisme: MN, yang dapat dilakukan menggunakan alat seperti dermaroller atau pena microneedling, bekerja melalui prinsip percutaneous collagen induction. Prosedur ini menciptakan ribuan mikrotrauma terkontrol pada kulit, yang memicu respons penyembuhan alami tubuh dan merangsang remodeling kolagen. MRF adalah pengembangan dari MN, di mana jarum-jarum mikro tersebut juga menghantarkan energi radiofrekuensi secara terkontrol ke lapisan dermis. Penambahan energi RF ini bertujuan untuk menghasilkan pemanasan dermal yang lebih intensif, sehingga lebih lanjut meningkatkan sintesis kolagen dan elastin, serta pengencangan jaringan.
Efikasi: MRF dilaporkan menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan pada SD. MN secara umum dinilai memiliki efektivitas yang sebanding dengan beberapa jenis laser. Tingkat kepuasan pasien terhadap hasil terapi MN juga dilaporkan cukup tinggi, bahkan terkadang lebih tinggi dibandingkan laser dan terapi non-laser lainnya. Salah satu keunggulan MN adalah risiko terjadinya PIH yang relatif lebih rendah dibandingkan beberapa modalitas lain, menjadikannya pilihan yang menarik khususnya untuk pasien dengan tipe kulit yang lebih gelap. Namun, prosedur MN dapat menyebabkan sensasi nyeri yang signifikan selama tindakan, yang mungkin lebih terasa dibandingkan dengan terapi laser tertentu.
Radiofrekuensi (RF) Bipolar:
Efikasi: Berdasarkan hasil sebuah network meta-analysis, terapi RF bipolar yang dikombinasikan dengan penggunaan tretinoin topikal menunjukkan probabilitas tertinggi untuk menjadi metode terbaik dalam hal efektivitas klinis dan tingkat kepuasan pasien. Penggunaan RF bipolar sebagai monoterapi juga menunjukkan hasil yang baik. Hal ini mengindikasikan bahwa spesialis mungkin akan merekomendasikan kombinasi terapi prosedural dengan agen topikal untuk mencapai hasil yang optimal, dan ini merupakan poin penting untuk diketahui oleh Dokter Umum saat memberikan konseling rujukan.
Chemical Peels (misalnya Asam Glikolat, Trichloroacetic Acid/TCA), Microdermabrasion:
Modalitas ini disebutkan dalam literatur sebagai pilihan terapi untuk SD, namun dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Microdermabrasion dilaporkan dapat menghasilkan perubahan pada konstituen matriks dermal dan memperbaiki ketidakteraturan kontur permukaan kulit. Ini adalah prosedur yang mungkin lebih dikenal secara umum oleh pasien. Dokter Umum perlu menyampaikan bahwa efikasinya untuk striae mungkin tidak sekuat modalitas seperti laser atau RF, dan hasilnya dapat sangat bervariasi antar individu.
Terapi Lain (Platelet-Rich Plasma/PRP, Fototerapi, Carboxytherapy, Galvanopuncture):
Terapi-terapi ini juga disebutkan memiliki tingkat keberhasilan yang bervariasi dalam literatur. Namun, secara umum, bukti ilmiah berkualitas tinggi yang mendukung efikasi modalitas-modalitas ini untuk terapi striae masih terbatas.
Semua terapi prosedural yang telah disebutkan di atas (laser, MN, MRF, RF, chemical peel, microdermabrasion) merupakan tindakan yang bersifat invasif atau semi-invasif. Pelaksanaannya memerlukan keahlian diagnostik yang tepat, pemilihan pasien yang cermat, ketersediaan peralatan khusus, serta kemampuan untuk mengelola potensi komplikasi yang mungkin timbul.
Sumber-sumber yang tersedia tidak menyarankan atau mengindikasikan bahwa Dokter Umum melakukan prosedur-prosedur ini di layanan primer. Oleh karena itu, peran utama Dokter Umum dalam konteks terapi prosedural adalah mengidentifikasi
pasien yang mungkin menjadi kandidat yang sesuai, memberikan informasi awal yang akurat dan seimbang mengenai berbagai pilihan yang ada (berdasarkan bukti ilmiah yang tersedia dari sumber-sumber yang diacu), membantu mengelola ekspektasi pasien secara realistis, dan kemudian melakukan rujukan yang tepat ke dokter spesialis kulit (Sp.D.V.E atau Sp.K.K) untuk evaluasi lebih lanjut dan pelaksanaan terapi prosedural jika diindikasikan.
Penting untuk disadari bahwa lanskap terapi striae terus mengalami perkembangan. Banyak sumber secara konsisten menekankan perlunya penelitian lebih lanjut, khususnya studi klinis acak terkontrol (RCT) dengan skala yang lebih besar dan metodologi yang lebih baik, untuk mendapatkan estimasi efikasi yang lebih presisi dan untuk melakukan standarisasi protokol terapi.
Ini mengindikasikan bahwa bidang terapi striae masih dinamis dan rekomendasi dapat berubah seiring dengan munculnya bukti-bukti baru. Dokter Umum harus menyadari hal ini dan menyampaikannya kepada pasien, menjelaskan bahwa tidak semua terapi memiliki landasan bukti yang sama kuatnya. Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya bagi Dokter Umum untuk senantiasa memperbarui pengetahuan mereka melalui sumber-sumber ilmiah yang terpercaya.
Pendekatan kombinasi dalam terapi striae juga menjadi pertimbangan penting. Beberapa sumber menyoroti bahwa pengalaman klinis dan literatur yang ada cenderung mendukung penggunaan kombinasi beberapa jenis perawatan untuk mengatasi berbagai aspek kerusakan kulit akibat peregangan pasca-persalinan, termasuk striae.
Sumber lain juga menyoroti potensi efikasi superior dari kombinasi RF bipolar dengan tretinoin topikal. Ini menyiratkan bahwa pendekatan "satu modalitas untuk semua" kemungkinan besar tidak akan optimal. Dokter Umum dapat mempersiapkan pasien bahwa setelah dirujuk, dokter spesialis mungkin akan merekomendasikan serangkaian sesi perawatan atau kombinasi beberapa modalitas terapi untuk mencapai hasil terbaik, yang tentunya juga memiliki implikasi terkait biaya dan waktu yang perlu dipertimbangkan.
Berikut adalah tabel yang merangkum pilihan terapi topikal dan gambaran umum terapi prosedural untuk striae gravidarum, yang dapat menjadi panduan bagi Dokter Umum:
Tabel 1: Pilihan Terapi Topikal Striae Gravidarum untuk Dipertimbangkan di Layanan Primer (Berdasarkan Bukti Pubmed)
Bahan Aktif | Konsentrasi/Dosis yang Dilaporkan (jika ada dari Pubmed) | Target Penggunaan Utama (berdasarkan bukti) | Ringkasan Efikasi (Berdasarkan Sumber Pubmed) | Catatan Penting untuk GP (KI, Peringatan, Tingkat Bukti) |
Tretinoin | 0.05%-0.1% krim | Terapi Striae Rubrae (awal/aktif) | Perbaikan signifikan striae rubrae ; hasil bervariasi ; mungkin performa terburuk sebagai monoterapi SD umum | Kontraindikasi absolut saat hamil ; Hati-hati saat menyusui (hindari area puting, kontak bayi) ; Iritasi kulit mungkin terjadi. |
Ekstrak Centella asiatica (Madecassoside) | Tidak dispesifikkan | Pencegahan SG / Pengurangan keparahan | Bukti terbatas untuk pencegahan/pengurangan keparahan ; Krim Trofolastin (mungkin mengandung Centella) bukti level-2 untuk profilaksis | Umumnya aman; Tingkat bukti terbatas/lemah. |
Asam Hialuronat | Tidak dispesifikkan | Pencegahan SG | Bukti lemah untuk pencegahan ; Mungkin terkandung dalam produk kombinasi | Umumnya aman; Tingkat bukti lemah. |
Pijat dengan Minyak Almond Pahit | Pijat harian | Pencegahan SG / Pengurangan keparahan | Mungkin mencegah/mengurangi keparahan, bukti terbatas ; Minyak almond (umum) nilai terapeutik terbatas | Aman; Alternatif non-farmakologis; Tingkat bukti terbatas. |
Cocoa Butter (Mentega Kakao) | Sesuai produk | Pencegahan SG / Terapi | Tidak efektif untuk pencegahan atau mengurangi keparahan lesi | Tidak direkomendasikan berdasarkan bukti. |
Minyak Zaitun | Sesuai produk | Pencegahan SG / Terapi | Tidak efektif untuk pencegahan atau mengurangi keparahan lesi | Tidak direkomendasikan berdasarkan bukti. |
Tabel 2: Gambaran Umum Terapi Prosedural Striae Distensae (Sebagai Informasi Rujukan bagi Dokter Umum)
Jenis Prosedur | Target Striae Utama (Rubra / Alba) | Mekanisme Kerja Singkat (jika disebut di sumber) | Ringkasan Efikasi (Berdasarkan Sumber Pubmed) | Pertimbangan Umum untuk Rujukan (Kapan GP mempertimbangkan merujuk) |
Pulsed Dye Laser (PDL) | Striae Rubrae | Menargetkan hemoglobin, mengurangi eritema | Efektif mengurangi kemerahan pada striae baru/inflamasi. | Striae rubrae yang menonjol dan mengganggu secara kosmetik; Keinginan pasien untuk mengurangi kemerahan. |
Laser Fraksional (CO2, Er:glass 1550nm) | Striae Albae | Merangsang remodeling kolagen, perbaikan tekstur & pigmentasi | Er:glass 1550nm: perbaikan 50-75% , hasil lebih baik & PIH lebih rendah dari CO2, meski nyeri lebih ; CO2: alternatif baik | Striae albae yang signifikan secara kosmetik; Keinginan pasien untuk perbaikan tekstur dan warna striae matur. |
Microneedling (MN) | Striae Rubrae & Albae (perbaikan tekstur) | Induksi kolagen perkutan, memodifikasi tekstur abnormal | Efikasi sebanding laser; Kepuasan pasien tinggi; Risiko PIH rendah; Nyeri signifikan saat prosedur | Pilihan untuk perbaikan tekstur pada kedua jenis striae, terutama pada pasien dengan risiko PIH tinggi (kulit lebih gelap). |
Microneedle Radiofrequency (MRF) | Striae Rubrae & Albae (perbaikan tekstur & pengencangan) | Kombinasi MN & energi RF untuk stimulasi kolagen & elastin lebih intensif. | Perbaikan klinis signifikan. | Sama seperti MN, dengan potensi tambahan untuk pengencangan kulit ringan. |
Radiofrekuensi (RF) Bipolar | Striae Albae (perbaikan tekstur & pengencangan) | Pemanasan dermal untuk merangsang kolagen. | Kombinasi dengan tretinoin topikal memberikan hasil terbaik; RF saja juga baik. | Striae albae dengan komponen kehilangan elastisitas; Pasien yang bersedia kombinasi terapi. |
Chemical Peels (Asam Glikolat, TCA) | Tergantung jenis & kedalaman peel (bisa rubra ringan atau alba) | Eksfoliasi kimiawi, merangsang regenerasi kulit & kolagen. | Keberhasilan bervariasi. | Striae superfisial; Sebagai terapi pendukung atau jika modalitas lain tidak sesuai/tidak tersedia. |
Microdermabrasion | Striae Albae (perbaikan tekstur superfisial) | Eksfoliasi mekanis superfisial, dapat memperbaiki kontur kulit. | Keberhasilan bervariasi ; Dapat memperbaiki irregularitas kontur. | Perbaikan tekstur kulit yang sangat superfisial; Mungkin sebagai terapi awal atau pendukung. |
Penatalaksanaan striae gravidarum (SG) pasca kehamilan di layanan primer memerlukan pendekatan yang komprehensif, realistis, dan berbasis bukti. Mengingat tingginya prevalensi dan dampak psikologis yang dapat ditimbulkan oleh SG, Dokter Umum memegang peran sentral dalam memberikan edukasi, melakukan diagnosis awal, menawarkan pilihan terapi topikal yang sesuai, serta menentukan kapan rujukan ke dokter spesialis kulit diperlukan.
Ringkasan Pilihan Tatalaksana SG yang Paling Relevan untuk Praktik Dokter Umum Berdasarkan Bukti Pubmed:
Edukasi dan Manajemen Ekspektasi: Ini adalah pilar utama. Sampaikan kepada pasien bahwa SG sangat umum terjadi dan seringkali tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan terapi canggih sekalipun. Tujuan terapi adalah perbaikan penampilan, bukan eliminasi total.
Identifikasi Faktor Risiko: Lakukan anamnesis untuk mengidentifikasi faktor risiko SG (usia maternal muda, riwayat keluarga, kenaikan berat badan berlebih). Ini penting untuk konseling, meskipun untuk pasien pasca-kehamilan fokusnya lebih ke terapi.
Pencegahan (Konseling Antenatal dan Pasca Persalinan Dini):
Sampaikan bahwa bukti ilmiah untuk efikasi agen topikal preventif masih terbatas.
Ekstrak Centella asiatica dan asam hialuronat dapat disebutkan sebagai opsi dengan bukti yang lemah hingga terbatas.
Pijat dengan minyak almond pahit dapat menjadi alternatif non-farmakologis yang aman, meskipun buktinya juga terbatas.
Penting untuk mengedukasi pasien bahwa produk populer seperti cocoa butter dan minyak zaitun tidak terbukti efektif berdasarkan data Pubmed yang ada.
Terapi Striae Rubrae Pasca Melahirkan:
Tretinoin topikal (konsentrasi 0.05%-0.1%) dapat dipertimbangkan sebagai pilihan utama yang bisa dikelola oleh Dokter Umum untuk striae yang masih baru dan kemerahan. Ini adalah informasi "dosis obat stretch mark" yang paling konkret yang dapat diaplikasikan di layanan primer.
Peringatan Keras: Tekankan kontraindikasi absolut penggunaan tretinoin selama kehamilan. Selama menyusui, penggunaan harus sangat hati-hati, hindari aplikasi pada area payudara, dan pastikan tidak ada kontak kulit bayi dengan area yang diobati. Diskusikan risiko dan manfaat secara menyeluruh.
Rujukan ke Dokter Spesialis Dermatologi:
Untuk striae albae (striae yang sudah putih dan atrofik), di mana terapi topikal umumnya kurang efektif.
Untuk striae rubrae yang tidak menunjukkan respons memuaskan setelah penggunaan tretinoin topikal secara benar dan konsisten selama periode percobaan yang adekuat (misalnya, 3-6 bulan), dan pasien masih menginginkan perbaikan lebih lanjut.
Jika pasien secara eksplisit meminta atau tertarik pada terapi prosedural (seperti laser, microneedling, RF) setelah mendapatkan informasi mengenai keterbatasan terapi topikal.
Jika striae (baik rubra maupun alba) menyebabkan distres psikologis yang signifikan bagi pasien, yang memotivasi mereka untuk mencari intervensi yang lebih definitif.
Dalam kasus yang sangat jarang, jika terdapat keraguan mengenai diagnosis (misalnya, lesi kulit atipikal yang menyerupai striae tetapi memiliki fitur yang tidak biasa).
Dokter Umum memainkan peran krusial sebagai "penjaga gerbang" informasi, konselor, dan koordinator perawatan dalam manajemen SG. Dengan banyaknya pilihan terapi yang memiliki berbagai tingkat bukti ilmiah dan potensi biaya yang signifikan, serta dampak psikologis SG pada pasien, Dokter Umum dapat menyaring klaim-klaim yang tidak berdasar dan memberikan konseling berbasis bukti.
Mereka dapat memberikan terapi awal yang sesuai dan aman (seperti tretinoin pasca-melahirkan dengan peringatan yang tepat) dan merujuk secara bijaksana ketika intervensi spesialis diindikasikan. Pendekatan ini memastikan pasien menerima perawatan yang paling tepat, aman, dan cost-effective, sekaligus menghindari overtreatment atau penggunaan terapi yang tidak terbukti manfaatnya. Ini adalah inti dari "Diagnosis dan Terapi stretch mark" yang efektif di tingkat layanan primer.
Stretch marks during pregnancy: a review of topical prevention - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25255817/
[STRIAE GRAVIDARUM - ETIOLOGY, PREVALENCE AND TREATMENT] - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30582313/
Striae gravidarum: Risk factors, prevention, and management, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28560300/
Topical management of striae distensae (stretch marks): prevention ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26486318/
Striae Distensae Treatment Review and Update - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31334056/
Stretch Mark Treatment by Tattooing and Microneedling - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37263224/
Effect of weight loss after bariatric surgery on skin and the ... - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20048625/
Therapeutic targets in the management of striae distensae: A ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28551068/
Nonconventional Use of Flash-Lamp Pulsed-Dye Laser in Dermatology - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27631010/
Microneedling Therapy for Striae Distensae: Systematic Review and ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38509316/
Comparative effectiveness of different therapies for treating striae ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32991422/
Treatment of striae albae with 1,550 nm Er: Glass vs. CO2 fractional ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36703883/
Tretinoin - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30000479/
Topical tretinoin (retinoic acid) improves early stretch marks - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8624148/
Nonsurgical Postpartum Abdominal Rejuvenation: A Review and ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33867470/
Microdermabrasion: an evidence-based review - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20048628/