5 Jan 2017 • Internal Medicine
Adakah dokter yang tidak pernah mendapatkan pasien kejang? Saya rasa sebagian besar dokter praktek pasti pernah mendapati pasien kejang.
Masalahnya, meski yang kejang pasiennya, biasanya yang "lebih takikardia" malahan dokternya.
Biar lebih siap menghadapai pasien kejang, yuk simak artikel kutipan dari EIMED PAPDI (Merah) di bawah ini ya, dok^^
Kejang adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh aktivitas abnormal neuron.
Epilepsi adalah manifestasi kejang yang bertendensi terjadi rekuren, spontan, intermiten akibat aktivitas abnormal listrik di sebagian otak.
Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit, berulang tanpa mengganggu kesadaran.
Klasifikasi kejang berguna untuk menegakkan diagnosis, merencanakan terapi dan memperkirakan prognosis.
Kejang tipe parsial (fokal) berasal dari area korteks, kejang tipe generalisata (umum) meliputi daerah yang difus pada semua regio otak. Kejang tipe generalisata dapat terjadi sebagai kondisi primer maupun sekunder akibat kejang parsial.
Kejang generalisata terdiri atas kejang tonik-klonik (grand mal) dan kejang tipe petit mal. Pada kejang tonik-klonik menyebabkan gangguan kesadaran mendadak, kehilangan kontrol postural, kontraksi otot tonik yang menyebabkan gigi seperti menggigit dan rigiditas ekstensi (fase tonik) yang diikuti dengan hentakan otot secara berirama (fase klonik).
Lidah dapat tergigit dan terjadi inkontinensia saat kejang. Pada kejang tipe petit mal, terjadi tiba-tiba mengganggu kesadaran tanpa mempengaruhi postural tubuh serta terjadi tidak lebih dari 5-10 menit tetapi dapat berulang beberapa kali dalam sehari.
Tipe lain kejang umum adalah atipycal absence, infantile spasm, tonic, clonic, dan kejang mioklonik. Kejang tipe sederhana-parsial tidak menyebabkan gangguan kesadaran tetapi mempengaruhi motorik, sensorik, otonom, dan psikis.
Tipe lain adalah kejang tipe kompleks-parsial yang menyebabkan gangguan kesadaran serta sistem otomasi motorik yang kompleks. Kejang sering dialami pada pria dibanding wanita.
Angka kematian akibat kejang sekitar 20% pada penderita status epileptikus. Insiden tertinggi kejang dewasa pada usia lebih dari 65 tahun.
Anamnesis pada pasien kejang biasanya dilakukan setelah kondisi umum pasien stabil atau dapat dilakukan heteroanamnesis.
Anamnesis pasien kejang meliputi
Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan untuk mencari dasar penyebab kejang, contohnya infeksi, penyakit sistemik, penyakit vaskular dan neurokutaneus.
Adanya asimetri pada pemeriksaan fisik neurologis menunjukkan kemungkinan tumor otak, stroke, trauma atau lesi fokal yang lain. Pemeriksaan fisik spesifik untuk mengidentifikasi penyebab kejang dapat sejawat pelajari lebih lengkap dalam buku Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan pada pasien dewasa yang mengalami kejang adalah :
Tatalaksana Non-Farmakologis pasien kejang meliputi
Tatalaksana Farmakologis Pasien Kejang meliputi
Diazepam bekerja sebagai anti-kejang dengan menekan semua level pembentukan aktivitas listrik otak (misalnya, sistem limbik dan retikuler). Diazepam diduga menekan aktivitas listrik otak melalui peningkatan aktivitas GABA.
Dosis diazepam bisa spesifik secara individual dan perlu hati-hati untuk menghindari efek samping. Tidak ada dosis maksimal benzodiazepin untuk mengelola kejang.
Dosis Dewasa Diazepam: 0,2 mg/kgBB diberikan 5-10 mg IV P10-20 menit.
Dosis Dewasa Lorazepam : 0,1 mg/kgBB IV, diberikan perlahan-lahan sebesar 2 mg/menit, tidak ada dosis maksimum benzodiazepin, tapi coba beralih ke obat yang lain setelah 10 mg total dosis.
Dosis Remaja Lorazepam : 0,1 mg/kgBB IV perlahan selama 2-5 menit, ulangi dalam 10-15 menit bila diperlukan. Jangan melebihi 4 mg/dosis.
Midazolam adalah obat alternatif dalam tatalaksana status epileptikus refrakter. Karena midazolam larut dalam air, efek obat dapat bertahan sekitar 3 kali lebih lama dari diazepam ke puncak efek EEG. Dengan demikian, dokter harus menunggu 2-3 menit untuk mengevaluasi efek obat midazolam sebelum memulai prosedur atau mengulangi dosis.
Dosis Dewasa Midazolam : 0,1 mg/kgBB IV perlahan-lahan sebesar 2mg/menit, tidak ada dosis maksimum set benzodiazepin, tapi coba beralih ke agen yang lain setelah 10 mg dosis.
Loading dosis (sebelum infus kontinu): 0,2 mg/kgBB IV; continuous infus 0,05-2 mg/kgBB/jam atau 10-15 mg IM (ketika akses lainnya sulit). Intubasi mungkin diperlukan.
Fenitoin bekerja di korteks motor, dimana obat ini dapat menghambat penyebaran aktivitas kejang. Aktivitas listrik di pusat batang otak yang bertanggung jawab untuk fase tonik dari kejang grand mal juga dapat dihambat.
Dosis Dewasa Fenitoin:
Loading Dosis : 18-20 mg/kgBB (PO/IV)
Untuk memperkecil risiko hipotensi, maka pemberian harus perlahan. Dosis parenteral, sebaiknya tidak melebihi 50 mg/menit (hipotensi dan aritmia dapat terjadi).
Jika status epileptikus berlanjut, maka dosis dapat ditingkatkan total 30 mg/kgBB.
Fenitoin dapat dipilih untuk pasien yang membutuhkan rujukan jauh, seperti yang dipesankan oleh dr. Pagan Pambudi, SpS
Sampai saat ini, tidak ada dukungan data yang reliable bahwa intervensi selain obat efektif mencegah kejang atau status epileptikus. Oleh karena itu, kepatuhan dalam konsumsi obat-obatan harus selalu ditekankan kepada setiap pasien.
Pemberian obat anti-kejang yang tidak sesuai dapat berakibat fatal menyebabkan efek samping aritmia jantung pada pasien. Contohnya, pemberian fenitoin dengan dosis cepat sering kali dikaitkan dengan risiko blok jantung dan aritmia.
Sebuah penelitian juga mengungkapkan bahwa pada pasien usia muda, fenitoin sebaiknya diberikan dengan kecepatan < 50 mg/menit. Dosis tersebut masih aman, sementara fenitoin dengan dosis > 50 mg/menit dilaporkan banyak dikaitkan dengan kemungkinan mortalitas pasien yang lebih tinggi.
Sebuah saran yang baik diberikan oleh seorang neurolog,
"…maintenance fenitoin diberikan 5-8 mg/kg dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit, biasanya diencerkan dalam PZ (Normal Saline) 20 cc atau kalau susah pakai saja PZ 100 cc dengan kecepatan seperti diatas."
Dalam hal ini, meskipun tidak mutlak, seorang dokter IGD diharapkan menguasai kemampuan membaa hasil EKG yang baik. Bukan hanya untuk keperluan diagnosis pasien kejang, namun juga bermanfaat untuk monitoring terapi pasien kejang.
Semoga Bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Baca tulisan di atas jadi paham kan, kenapa mahir baca ekg itu hukumnya wajib buat dokter jaga IGD. Bayangin kalau kamu dapat pasien dengan kejang dan penurunan kesadaran saat kamu jaga malam dan tidak ada dokter spesialis yang bisa dikonsuli.
Buat TS yang ada di Group Diskusi Klinisnya dr Wahyudi, SpPD sih bisa sedikit tenang. Tapi apa iya mau terus menerus bergantung pada orang lain (walaupun orang lainnya itu baik banget^^)?
Aku rekomendasikan banget buat kamu DVD Mahir Baca EKG (MBE). Apalagi dalam waktu dekat DokterPost akan buka kelas belajar EKG buat TS yang sudah punya DVD MBE lengkap. Semoga pengalaman TS di bawah bisa menginspirasi kamu
Kalau mau pesan langsung aja SMS/WA 0856080833422 (Yahya). Semoga nggak ketinggalan kelas pertama ya^^
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11
9 May 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020
2 May 2020
Bergabung dengan Dokter Post Untuk Karier Anda 🌟