Terapi Untuk Mencegah Komplikasi DVT

Image Description
Admin Dokter post
Jan 13, 2018
Wells clinical decision rule for dvt stripalllossy1ssl1

DVT (Deep Vein Thrombosis) didefinisakan sebagai adanya bekuan darah (trombus) di dalam vena tubuh bagian dalam, yang terkadang disertai dengan pembengkakan ataupun tanpa adanya gejala yang muncul. Pada DVT, trombus yang terbentuk mayoritas komponennya adalah eritrosit, fibrin, beberapa trombosit dan leukosit sehingga dapat disebut sebagai trombus “merah†yang mana berbeda dengan trombus pada Acute Coronary Syndrome atau Critical Limb Ischemic yang terbentuk oleh agregasi trombosit untuk menutup plak yang rupture atau dikenal dengan trombus “putihâ€.

Seperti prosedur diagnosis penyakit pada umunya diagnosis klinis pada DVT dapat ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis pasien yang saling mengkonfirmasi. Parameter laboratorium yang digunakan pada pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DVT ialah dengan melihat adanya peningkatan D-Dimer dan penurunan antitrombin (AT). Sedangkan untuk pemeriksaan radiologisnya yaitu bisa dengan menggunakan Venografi, Flestimografi, USG Doppler, dan Magnetic Resonance Venografi.

Pada DVT komplikasi yang sering terjadi adalah [Emboli Paru]https://dokterpost.com/emboli-paru-akut-diagnosis-dan-tatalaksana/) dan Post-Thrombotic Syndrome. Emboli paru adalah kondisi adanya sumbatan pada arteri pulmonalis atau percabangannya yang diakibatkan oleh bekuan darah dari tempat lain. Sedangkan post thrombotic syndrome terjadi akibat ketidakmampuan dari katup vena trombosis saat rekanalisasi lumen vena yang mengalami trombosis atau karena sisa trombus dalam lumen vena dan biasanya ditandai dengan nyeri, kaku, edema, parestesi, eritema, edema.

Terapi Untuk Mencegah Komplikasi DVT

wells-clinical-decision-rule-for-dvt

Tatalaksana yang bisa diberikan pada DVT adalah terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi farmakologis yang bisa dilakukan adalah dengan pemberian anti-koagulan seperti Heparin (UFH, LMWH), oral direct Xa, direct thrombin inhibitor, ataupun obat antikoagulan yang lain.

Sebagai dosis awal UFH dapat diberikan dengan cara bolus 80 IU/kg/kgBB kemudian dilanjutkan dengan infus 18 IU/kgBB/jam, dosisnya dititrasi berdasarkan nilai APTT pasien dan diberikan hingga mencapai nilai 1,5-2,5 kontrol.

LMWH sebagai terapi DVT memiliki regimen dosis yang berbeda-beda, bergantung jenis obat yang digunakan dan diberikan secara subkutan, Enoxaparin (1 mg/kgBB terbagi 2 dosis per hari), Dalteparin (200 UI/kgBB, satu kali sehari), Tinzaparin (175 UI/kgBB, satu kali sehari), Nadroparin (6150 UI terbagi 2 dosis, untuk BB 50-70 kg, 4100 UI terbagi 2 dosis, bila BB <50 kg, 9200 UI terbagi 2 dosis, bila BB >70 kg), Reviparin (4200 UI terbagi 2 dosis, untuk BB 46-60 kg, 3500 UI terbagi 2 dosis, bila BB 35-45 kg).

Pilihan lain untuk DVT yang bisa digunakan ialah Fondaparinux, diberikan dengan dosis 5-10 mg (5 mg untuk BB<50 kg), 7,5 mg untuk BB 50-100 kg, dan 10 mg untuk BB > 100 kg) secara subkutan, sekali sehari.

Sedangkan untuk antikoagulan oral dapat dipilih digunakan dari kelompok oral direct Xa inhibitor atau oral direct thrombin inhibitor. Untuk oral direct Xa inhibitor seperti Apixaban (2 x 10 mg selama 7 hari kemudian 2 x 5 mg ), Edoxaban (60 mg sekali sehari), Rivaroxaban (2 x 15 mg selama 3 minggu dilanjutkan 20 mg sekali sehari) dan oral direct thrombin inhibitor seperti Dabigatran ( 2 x 150 mg setelah 5-10 hari mendapat antikoagulan parenteral).

Warfarin, merupakan obat pilihan untuk antikoagulasi akut, pemberiannya dilakukan setelah diagnosis DVT ditegakkan. Karena kinerjanya perlu satu minggu atau lebih, pemberiannya bersamaan dengan LMWH sebagai terapi penghubung hingga warfarin mencapai dosis terapeutik. Dosis standar warfarin 5 mg/hari, diberikan per oral dan disesuaikan setiap tiga sampai tujuh hari untuk mendapat nilai INR antara 2,0-3,0

Sedangkan untuk terapi non farmakologis yaitu bisa dilakukan dengan menganjurkan pasien untuk beristirahat di tempat tidur (bedrest), meninggikan posisi kakinya, dan memasang compression stocking. Terapi non farmakologis ini bertujuan untuk menurunkan keluhan dan gejala dari trombosis serta dapat juga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dari DVT.

Pada terapi non farmakologis yang mana utamanya terdiri dari bedrest dan pemberian compression stocking ada beberapa penjelasan mengapa dapat mengurangi kemungkinan komplikasi dari DVT antara lain: Tujuan bedrest pada pasien DVT adalah mencegah terjadinya emboli paru, dengan prinsip bahwa pergerakan berlebihan dari tungkai yang mengalami DVT dapat membuat bekuan darah akan terlepas dan terbawa ke arteri paru. Sedangkan pemasangan compression stocking dapat menurunkan risiko terjadinya post thrombotic syndrome yang dimulai 2-3 minggu setelah diagnosis DVT ditegakkan. (mau)

Semoga Bermanfaat^^


Sponsored Content

Lebih dari 1000++ Dokter di Indonesia sepakat bahwa Mahir Baca EKG tools penting dalam menjalani profesi sebagai dokter di PPK 1 atau pun IGD. Satu hal yang pasti, pasien kamu akan lebih banyak tertolong dan mereka akan puas dan sangat berterimakasih ke kamu. Dan mulailah berita tersebar dari mulut ke mulut. Ya, sederhananya reputasimu makin cemerlang lah. Hehe.

Yuk, aktif belajar baca EKG bersama 620 dokter di seluruh Indonesia. Pesan DVD Mahir Baca EKG (Lengkap 3 DVD) dan dapatkan bonus akses ke Group "ECG Short Course". Pesan sekarang melalui Yahya (WA) 085608083342

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....