Tatalaksana Traumatic Brain Injury di IGD

Image Description
Admin Dokter post
Mar 19, 2019
Indikasi CT Scan stripalllossy1ssl1

Traumatic Brain Injury (TBI) adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada pasien dalam kelompok usia 18-45 tahun. Sebagian besar pasien bertahan hidup dengan kecacatan yang signifikan, menyebabkan beban sosial ekonomi bagi pasien dan keluarga. Namun saat ini, perawatan terhadap TBI mengalami perbaikan manajemen yang pesat. Selama 30 tahun terakhir, data menunjukkan bahwa kematian akibat TBI berat telah berkurang dari 50% menjadi kurang dari 25%.

Tatalakasana Traumatic Brain Injury (Cedera Otak) di IGD

TBI umumnya diklasifikasikan menjadi 2, primer dan sekunder. Cidera otak primer disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang dihasilkan transfer energi kinetik. Cidera otak sekunder adalah keadaan berikutnya oleh karena keadaan sistemik dan intrakranial sebagai konsekuensi dari berbagai faktor, seperti hipoksemia, hipotensi, hipo atau hiperkarbia, hipo atau hiperglikemia, hipo atau hipertermia, dan kejang. Pencegahan terjadinya cedera otak sekunder merupakan perhatian utama dari intervensi terapeutik TBI.

Pada saat terjadinya head injury, perawatan awal harus dilakukan dengan melakukan primary survey:

A: Menjaga jalan nafas bebas dan C-spine control. Pasien dengan TBI memiliki risiko insiden cedera cervical hingga 5% hingga 6%. Oleh karena itu, apabila pasien diindikasikan untuk dilakukan intubasi, upaya stabilisasi leher harus dilakukan untuk mencegah perburukan cidera neurologis.

B: Memberikan oksigenasi. Namun pemberian oksigenasi ini harus hati-hati, hiperventilasi hanya direkomendasikan untuk tanda-tanda jelas herniasi. Dalam kasus seperti itu, hanya hiperventilasi ringan yang disarankan. Ventilasi pasien dengan severe TBI bertujuan untuk mempertahankan PCO2 dalam kisaran normal, yaitu 34-38 mmHg. Keadaan hipoventilasi harus dihindari, karena peningkatan kadar PCO2 dapat menyebabkan perdarahan cerebral disertai peningkatan volume darah dan ICP. Di sisi lain, hiperventilasi akan mengakibatkan peningkatan risiko vasokonstriksi dan hipoksia jaringan, sehingga sebaiknya dihindari.

Buku-Dissection-Cover

C: Pemberian cairan dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. TBI guideline merekomendasikan untuk menjaga Systolic Blood Pressure (SBP) ≥ 90 mmHg. Resusitasi cairan intravena (IV) dengan bolus awal 1 L Normal Saline atau Ringer laktat pada orang dewasa dan remaja, serta 20 ml/kg pada anak-anak diikuti oleh pemberian cairan IV dengan kecepatan dan volume yang cukup untuk mempertahankan SBP ≥ 90 mmHg. Meskipun penggunaan cairan kristaloid dapat memberikan efek brain edema dan peningkatan Intra Cranial Pressure (ICP), namun penggunaannya relatif lebih aman dibandingkan koloid yang meningkatkan risiko acute kidney injury dan peningkatan kemungkinan untuk renal replacement pada pasien kritis.

Penggunaan manitol dan hipertonik saline sering diaplikasikan pada pasien dengan TBI. Keduanya bekerja untuk mengurangi tekanan intracranial melalui penurunan viskositas darah, yang bertujuan untuk peningkatan aliran mikrosirkulasi darah dan membuat penyempitan pial arteriole, mengakibatkan penurunan volume darah serebral dan tekanan intracranial. Pada pembandingan antara keduanya dari beberapa penelitian, hipertonik saline ditemukan lebih memberikan manfaat dalam segi masa perawatan yang lebih pendek, penurunan ICP kumulatif dan ICP harian.

D: Disability dengan evaluasi kesadaran secara cepat menggunakan AVPU (Alert Verbal Pain Unresponsive), refleks pupil, dan gerakan ekstrimitas untuk melihat adanya lateralisasi.

E: Exposure, evaluasi skin expose termasuk sumber perdarahan, luka, reaksi kulit (rashes) dan temperatur tubuh. Keadaan hipotermia selain memberikan efek neuroprotektif, juga mengurangi tekanan intrakranial. Namun, keadaan ini juga mengandung risiko terjadinya koagulopati, imunosupresi, disritmia jantung dan kematian.

Setelah itu dilanjutkan melakukan secondary survey dengan melihat keadaan 6B yaitu brain, breath, blood, bladder, bowel dan bone atau pemeriksaan head to toe. Pada saat secondary survey ini, perlu dilakukan anamnesis yang lebih mendetail mengenai identitas pasien, mechanism of injury secara lengkap, manipulasi yang diberikan, transportasi pasien ke fasilitas kesehatan, keluhan yang dirasakan oleh pasien seperti mual, muntah, nyeri kepala, nyeri, ataupun kejang.

Untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan Kepala, indikasi yang praktis digunakan sehari-hari dengan mengingat BEAN BASH oleh NEXUS II clinical decision rule:

Indikasi-CT-Scan

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah penilaian kesadaran pasien pada saat secondary survey dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian GCS merupakan parameter untuk menentukan apakah cidera termasuk klasifikasi ringan, sedang, ataupun berat yang kemudian akan menentukan prognosis pasien.

Mild head injury dikatakan terjadi apabila GCS 14-15, dan dibagi lagi menjadi low risk dan high risk untuk dilakukannya CT Scan kepala. Yang termasuk high risk diantaranya pasien dengan nyeri kepala berat yang persisten, penurunan GCS, deficit neurologis fokal, curiga ada fraktur skull, muntah, kejang, amnesia post trauma yang persisten, perilaku dan kognitif abnormal yang persisten.

Jika tidak didapatkan tanda-tanda tersebut, pasien diperbolehkan KRS namun harus diberikan take home message untuk follow up setelah KRS, apalagi ketika mengalami gejala-gejala seperti diatas.

Tanda-tanda perburukan mild head injury yang early Antara lain:

• Kebingungan
• Agitasi
• Mengantuk
• Muntah
• Nyeri kepala berat

Sedangkan tanda yang sudah lanjut antara lain:

• Penurunan GCS dua poin atau lebih
• Pupil dilatasi
• Defisit neurologis fokal
• Kejang
• Respons Cushing – bradikardia dan hipertensi

Apabila ditemukan tanda-tanda berikut, maka perlu dilakukan resusitasi dan stabilisasi keadaan pasien, segera rujuk untuk dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut, dan jika terbukti secara klinis atau CT Scan kepala didapatkan peningkatan ICP/efek massa, dipertimbangkan untuk pemberian:

• hiperventilasi jangka pendek ke PaCO2 30-35
• bolus mannitol (1g/kgBB)
• Dekompresi bedah jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam untuk mencapai perawatan bedah saraf
• anti-kejang profilaksis

Moderate head injury diklasifikasikan untuk pasien dengan GCS 9-13. Pasien dengan keadaan ini cenderung memburuk (10-20%) sehingga harus diberikan intervensi sebagai severe head injury dan pada 80-90% pasien dapat mengalami perbaikan ataupun menjalani manajemen sebagai “complicated†mild head injury.

Semua pasien dengan keadaan moderate ini harus dilakukan CT scan awal dan observasi klinis karena memiliki risiko tinggi untuk mengalami lesi intracranial dan perubahan sosial kognitif sekuel. Maka dari itu, perlu dilakukan perawatan setidaknya 24 jam untuk observasi dan follow up selanjutnya untuk membuktikan tidak ada sekuel dan perburukan kondisi.

Pada moderate head injury, sama seperti sebelumnya selalu dilakukan resusitasi dan stabilisasi keadaan umum untuk perawatan suportif, mencegah secondary brain injury dengan mencegah hipoksemia (saturasi oksigen < 90), serta observasi secara periodik.

Tatalaksana untuk peningkatan ICP sama seperti diatas. Sekitar 80-90% pasien moderate head injury membaik dan harus ditangani sebagai complicated mild head injury sementara 10-20% memburuk dan membutuhkan penatalaksanaan sesuai severe head injury.

Severe head injury didapatkan pada pasien dengan GCS 3-8. Tujuan perawatan suportif yang diberikan pada pasien dengan keadaan ini untuk mempertahankan PaO2 > 60, SpO2 > 90, PaCO2 35-40, TD sistolik > 90, dan posisi head up 30°. Namun, prognosis buruk digambarkan bila pasien terus mengalami penurunan GCS, usia> 60 tahun (prognosis memburuk dengan bertambahnya usia), tidak adanya refleks pupil (setelah resusitasi sistemik), hipotensi (tekanan sistolik <90), dan hipoksemia (saturasi oksigen <90%).

Perawatan pasien dengan severe head injury juga dengan resusitasi dan stabilisasi keadaan umum sebagai perawatan suportif, dapat dipertimbangkan penggunaan antikonvulsan untuk mencegah kejang pasca trauma dini, serta tatalaksana jika didapatkan peningkatan ICP sama seperti diatas. Jika fasilitas dan tenaga kesehatan tidak memadai, segera dilakukan rujukan dan observasi secara ketat.(PAY)

Semoga Bermanfaat^^


Sponsored Content

Buku Dissection adalah Buku Update Klinis di Bidang Ilmu Bedah.

Cocok untuk kamu yang

  1. Dokter IGD yang sering dapat kasus bedah
  2. Dokter umum yang pengen melanjutkan PPDS Bedah
  3. Sedang internship

Buku-Dissection-Cover

Buku-Dissection-4

Buku-Dissection-3

Buku-Dissection-2

Buku-Dissection-1

Harga 199 ribu

Pesan sekarang di Yahya via link ini atau 085608083342 (WA)


Referensi

  1. Management of traumatic brain injury patients
  2. Head Injury
  3. Initial Management of Closed Head Injury in Adults
  4. Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury 4th Edition

Related articles

  • Oct 31, 2024
Strategi Pengobatan GERD: Pendekatan Bertahap vs. Pendekatan Agresif

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah kondisi umum yang menyebabkan ketidaknyamanan dan...

  • Oct 31, 2024
Diagnosis dan Terapi Kejang Petit Mal: Panduan Praktis untuk Dokter

Kejang petit mal, juga dikenal sebagai kejang absans, adalah jenis kejang umum yang ditandai...

  • Oct 31, 2024
Doxycycline untuk Profilaksis Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa yang menyerang sel darah merah dan ditularkan melalui gigitan...