Seorang sejawat Dokter Post, dr A, yang praktek di Puskesmas, curhat di Group Diskusi Kasus Klinis.
"Pasien perempuan mengeluh deg-degan, nyeri kepala cenut-cenut sedikit, riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol. Compos mentis. Tekanan darah: 200/100 mmHg, Heart Rate: 125x/menit. EKG tidak ada dok." Curhat dr A.
"Apakah rate nya Reguler?" Tanya dr B.
"Reguler dok." Jawab dr A
"Tidak ada keluhan sesak atau Rhonci? Oedema ekstremitas?" Tanya dr B lagi.
"Tidak ada dok." Jawab dr A
"Masuk kritria krisis hipertensi. Bisa urgency. Adakah tanda emergency? Atau tidak ada sama sekali?" Tanya dr B
"Tidak ada dok, sudah saya masukin sebagai hipertensi urgency, sudah masuk captopril 25 mg sublingual." Jawab dr A
"Sebaiknya di EKG dulu, jika tanpa ada tanda emergency bisa diberikan beta blocker untuk palpitasinya." Saran dr B
Tatalaksana Krisis Hipertensi dengan Palpitasi di Puskesmas
Kasus di atas cukup menarik. Sangat sering kita temukan dalam kasus sehari-hari. Pasien krisis hipertensi dengan keluhan berdebar-debar. Namun, sering kali menjadi kontroversi bahkan di kalangan dokter spesialis tentang terapi palpitasi, apakah beta bloker ada tempat?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kemudian aku mengundang dr Ragil, SpJP untuk memberikan pendapatnya tentang kasus sejawat tersebut.
"Sebelum memutuskan untuk menatalaksana pasien sebagai hipertensi urgency memang sebaiknya dipastikan dulu apakah benar tidak ada target organ damage (otak, jantung, mata, ginjal, perifer). Karena pada beberapa kasus krisis hipertensi dengan target organ damage, beta blocker dikontraindikasikan, misalnya pada Decomp akut."
"Intinya bukan boleh atau tidak boleh diberikan beta blocker. Beta blocker bukan lini pertama, dan pemberiannya dipastikan dulu apakah ada target organ damage. Sebenarnya pilihan-nya obat anti-hipertensi iv seperti nicardipin, Herbesser, dll. Karena terapi oral sering tidak bisa diprediksi efek-nya."
"Kalau terpaksa tidak ada akses ke obat anti-hipertensi IV, bisa juga pakai captopril atau ISDN. Sambil diobservasi dan diturunkan pelan tekanan darahnya."
"Sebenarnya pada pasien dengan keluhan palpitasi, selama irama-nya masih sinus, tidak ada terapi khusus. Namun harus dicari tahu penyebab-nya. Kecuali irama pasien sudah bukan sinus misal AF, SVT atau yang lain, baru ada terapi khusus."
Memang dalam banyak kasus peran EKG menjadi sangat penting. Misalnya dalam kasus di atas, pemeriksaan EKG menjadi penting untuk mengetahui apakah palpitasi yang dikeluhkan pasien membutuhkan tindakan lebih lanjut atau tidak. Begitu pun dalam interpretasi EKG harus dilakukan dengan benar dan teliti. Salah diagnosis, salah terapi.
Semoga Bermanfaat.
=
Sponsored Content
Bukan rahasia umum, EKG adalah kompetensi "penting" dokter umum. Tidak hanya pada kasus krisis hipertensi dengan palpitasi, ilmu EKG diperlukan untuk banyak kasus kegawatdaruratan lain (misal Henti Jantung dan Aritmia).
Kemarin tim DokterPost.com minta dr. Ragil Nur Rosyadi, SpJP untuk ngajari sejawat DokterPost.com tentang bagaimana biar sejawat bisa MAHIR BACA EKG. Ini video contoh analisis kasus blok jantung dari dr Ragil, SpJP
Videonya gedhe banget, hampir 7 GB. Biar sejawat di Papua dan Indonesia Timur yang lain bisa ikut belajar juga, akhirnya kami putuskan untuk distribusikan videonya dalam bentuk DVD.
Yang mau pesan MAHIR BACA EKG (BASIC-Non Aritmia-Aritmia), bisa kontak kami disini ya
SMS/WA 085608083342 (Yahya) atau kontakin.com/dokterpost
Masih ada tempat terbatas di Group Belajar EKG untuk TS yang sudah punya DVD Mahir baca EKG lengkap.
Group Belajar EKG akan dimulai pada 17 Agustus 2017, jangan sampai ketinggalan.^^