Penyakit Ginjal Diabetes (PGD) mengalami trend peningkatan kasus. Diperkrakan PGD akan menjadi penyebab terbanyak pasien yang menjalani hemodialisis di masa yang akan datang. Bayangkan, tidak kurang dari 40% pasien diabetes akan mengalami gangguan fungsi ginjal selama hidupnya.
Tentu saja ini menjadi tantangan dan peluang bagi dokter puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan di Indonesia untuk mencegah dan mengobati pasien diabetes agar tidak jatuh pada kondisi PGD.
Diagnosis dan Terapi Penyakit Ginjal Diabetes
Diagnosis penyakit ginjal diabetes ditegakkan dengan kritria eksresi urin 24 jam. Normalnya, dalam 24 jam jumlah protein yang dapat ditemukan dalam urin tampung tidak lebih dari 30 mg. Jika didapatkan jumlah protein 30 mg-299 mg/24 jam maka pasien dikatakan menderita mikroalbuminuria. Sedangkan, jika jumlah protein urin ditemukan > 300 mg/24 jam maka pasien didiagnosis sebagai makroalbuminuria.
Selain dengan menghitung jumlah protein dalam urin tampung 24 jam, kamu juga bisa mengkonversi dengan menghitung jumlah protein urin sewaktu dan albumin to creatinin ratio (ACR). Kamu bisa menggunakan tabel di bawah sebagai panduan.
Merujuk pada buku Ajar PAPDI edisi 6, secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
- Tahap I. Pada tahap ini laju filtrasi glomerolus (LFG) meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. tahap ini masih reversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan normal kembali.
- Tahap II. Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes tegak, saat perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stres, atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama. Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap sepi (silent stage)
- Tahap III. Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic neprhopathy), saat mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis diabetes tegak. Secara hispatologis juga telah jelas penebalan membrana basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah ada yang mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat.
- Tahap IV. Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat serta LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15-20 tahun diabetes tegak. Penyulit diabetes lain sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak, dan gangguan vaskular umum. Progresivitas ke arah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah, dan tekanan darah.
- Tahap V. Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehinga pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.
Terapi Penyakit Ginjal Diabetes
Tujuan terapi penyakit ginjal diabetes adalah menghambat progresivitas penyakit. Prinsip terapinya hampir sama yaitu
- Pengendalian gula darah
- Pengendalian tekanan darah dan
- Pembatasan kadar lemak dan kolesterol darah
Selain itu upaya pencegahan perburukan ginjal dengan diet rendah protein, olah raga dan healthy lifestyle lain juga akan secara signifikan menghambat progresivitas PGD.
Di bawah ini kami kutip rekomendasi terapi PGD dari buku Ajar PAPDI edisi 6
Pengendalian Gula Darah
Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan pasien telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskular, baik pada pasien DM tipe 1 maupun DM tipe 2.
Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara intensif adalah pencapaian kadar HbA1c < 7%, kadar gula darah preprandial 90-130 mg/dl, post-prandial < 180 mg/dl.
Pengendalian Tekanan Darah
Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi. Banyak panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan darah pada pasien diabetes. Pada umumnya target adalah tekanan darah < 130/90 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat > 1 gram/24 jam maka target tekanan darah perlu lebih rendah, yaitu < 125/75 mmHg.
Harus diingat bahwa mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat, dengan berbagai efek samping, dan harga obat yang kadang sulit dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah terapainya tekanan darah yang ditargetkan, apapun jenis obat yang dipakai.
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-1) dan angiotensin receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek antiproteinurik maupun renoproteksi yang baik, maka obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada pasien Diabetes Mellitus.
Pengaturan Diet
Pemberian diet rendah protein sangat penting dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati. Dalam suatu penelitian klinik selama 4 tahun pada pasien DM tipe 1 yang diberi diet mengandung protein 0.9 gram/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan risiko terjadinya penyakit ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76%.
Umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0.8 gram/kgBB/hari, atau sekiar 10% kebutuhan kalori, pada pasien denan nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai menurun maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0.6 gram/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi terjadinya kekurangan nutrisi.
Jenis protein juga berperan dalam terjadinya dislipidemia. Mengganti daging merah dengan daging ayam pada pasien DM tipe 2 menurunkan eksresi albumin dalam urin sebanyak 46% dengan disertai penurunan kolesterol total, LDL kolesterol, dan apolipoprotein B. Ini mungkin karena komposisi lemak jenuh/tak jenuh pada kedua jenis bahan makanan berbeda. Pasien DM sendiri cenderung mengalami keadaan dislipi-demia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila diperlukan dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol < 100 mg/dl pada pasien DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.
Tatalaksana Multifaktorial
Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Centre di Copenhagen mendapatkan bahwa penanganan intensif secara multifokal pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor risiko yang jauh melebihi penanganan sesuai panduan umum diabetes nasional mereka.
Juga ditunjukkan bahwa terjadi penurunan yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskular, termasuk stroke yang fatal dan non-fatal. Demikian pula kejadian spesifik seperti nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah terapi yang dititrasi sampai mencapai target, baik tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbumiuria serta juga disertai pencegahan penyakit kardiovaskular dengan pemberian aspirin.
Dalam kenyataannya pasien dengan terapi intensif lebih banyak mendapat obat golongan ACE-1 dan ARB. Demikian juga dengan obat hipoglikemik oral dan insulin.Untuk pengendalian lemak darah lebih banyak mendapat statin.
Bagi pasien yang sudah berada pada tahap 5, gagal ginjal, terapi yang khusus untuk gagal ginjal perlu dijalankan, seperti pemberian diet rendah protein, pemberian obat pengikat fosfat dalam makanan, pencegahan dan pengobatan anemia dengan pemberian eritropoitein, dan lain-lain.
Semoga Bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Yak, akhirnya jadi deh materi edukasi prolanis untuk pencegahan penyakit jantung.
Isi DVD-nya fokus di penjelasan perjalanan penyakit jantung dan strategi pencegahan penyakit jantung yang bisa dilakukan pasien
meliputi
- Patogenesis penyakit jantung dengan bahasa awam
- Faktor Risiko Penyakit Jantung dengan bahasa awam
- Pola makan yang baik untuk mencegah penyakit jantung
- Aktivitas fisik yang dianjurkan (tipe dan dosis)
- Stratifikasi Risiko penyakit jantung (paling update) bisa dilakukan di Puskesmas dengan sumber daya terbatas sekalipun
- Kapan bisa mulai pengobatan profilaksis (antihipertensi dan statin). Dosis dan cara pemberian
- Dan masih banyak topik menarik lainnya
Disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, dan dengan teknik persuasif untuk life style change.
Kamu langsung bisa contek teknik teknik presentasinya. Bahkan untuk 250 pemesan pertama akan kita kasih bonus PPT-nya dikirim via email (atau WA). Kamu bisa edit kasih nama dan logo puskesmasmu (boleh).
Pokoknya program edukasi prolanis kamu akan lebih mudah dan bagus. Banyak waktu yang bisa kamu hemat, gak perlu repot.
Kalau kamu mau versi video lengkapnya kontak aja Yahya 085608083342 (SMS/WA)
Masih ada bonus 5 Eksemplar Poster Edukasi Prolanis ukuran A3 senilai 156 ribu.
Pesan sekarang. WA Yahya 085608083342