Diagnosis dan Terapi Pasien Dengan Dispepsia Fungsional

Image Description
Admin Dokter post
Jul 04, 2016
Slide1 stripalllossy1ssl1

ACG merekomendasikan pemeriksaan endoskopi hanya pada pasien yang memiliki resiko tinggi berkembang menjadi keganasan lambung. Pasien yang beresiko tinggi berkembang menjadi kanker lambung adalah pasien dispepsia yang berusia lebih dari 55 tahun dan disertai alarming features.

Dispepsia fungsional adalah etiologi tersering pasien dengan keluhan dispepsia. Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis (berdasar kriteria Rome III).

Diagnosis Dispepsia Fungsional

Dispepsia fungsional adalah keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis sehari-hari. Prevalensi dispepsia fungsional di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama mencapai 5%, dengan 20% diantaranya terinfeksi H.Pylori.

Berdasarkan panduan ACG (American College of Gastroenterology), pasien dengan dispepsia fungisonal disarankan untuk menjalani tes diagnostik infeksi H. pylori sebagai first line approach. Pertanyaan yang paling sering muncul dibenak dokter adalah kapan pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan?

Pertanyaan tersebut wajar muncul karena dispepsia bisa merepresentasikan keganasan lambung, meski proporsinya hanya 1%. ACG merekomendasikan pemeriksaan endoskopi hanya pada pasien yang memiliki resiko tinggi berkembang menjadi keganasan lambung. Pasien yang beresiko tinggi berkembang menjadi kanker lambung adalah pasien dispepsia yang berusia lebih dari 55 tahun dan disertai alarming features.

Alarming fatures adalah gejala dan tanda yang meliputi: perdarahan saluran cerna, anemia, penurunan berat badan>10% yang tidak diketahui penyebabnya, kesulitan menelan (dysphagia) yang memberat, sampai nyeri telan berat (odynophagia), muntah profus, riwayat keluarga dengan keganasan saluran cerna, riwayat keganasan lambung atau esofagus, riwayat ulkus peptik, limfadenopati atau didapatkan massa abdomen. Pasien yang memenuhi satu atau lebih kriteria diatas direkomendasikan untuk dilakukan endoskopi saluran cerna atas. Tujuan endoskopi adalah untuk memeriksa kemungkinan adanya keganasan atau penyakit ulkus peptik.

Pada pasien dengan usia yang lebih muda dari 55 tahun dan tidak memiliki alarming fetaures, ada dua strategi utama untuk penatalaksanaan dispepsia fungsional. Strategi pertama adalah melakukan tes H. pylori, dan di terapi bila hasilnya postif terinfeksi H. pylori. Bila protokol terapi telah diimplementasikan namun gejala masih muncul, maka dipertimbangkan strategi kedua yaitu penghambatan aktivitas asam lambung dengan PPI.

Bila kedua strategi di atas telah diimplementasikan namun gejala masih ada, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan endoskopi pada pasien usia muda tanpa alarming features kurang dianjurkan secara cost effective analysis. Pemeriksaan endoskopi pada kelompok pasien tersebut diambil dengan judgement klinis dokter yang merawat.

Alternatif lain terapi pasien dengan dispepsia fungsional yang tidak sembuh dengan kedua strategi di atas adalah pemanfaatan terapi herbal. Tentu ini adalah pilihan terakhir setelah semua pendekatan medis dilakukan. Efek placebo dari terapi herbal diharapkan dapat memberikan sugesti positif bagi pasien dispepsia yang diinduksi stres psikogenik.

Terapi Proton Pump Inhibitor untuk Dispepsia Fungsional

Proton pump inhibitor (PPI) adalah obat yang banyak digunakan untuk mengatasi keluhan yang berhubungan dengan keasaman lambung. Obat golongan ini digunakan sebagai salah satu strategi penatalaksanaan dispepsia pada usia muda tanpa alarming features. PPI mengurangi keluhan dispepsia dengan menghambat produksi asam lambung.

Mekanisme Kerja Obat

PPI adalah prodrug. PPI membutuhkan asam lambung untuk berubah menjadi senyawa aktifnya (sulfenamide atau sulfenic acid). Dua senyawa aktif tersebut bekerja dengan menghambat sekresi asam lambung, melalui hambatan pada pompa proton H-K ATP-ase.

Semua obat golongan PPI memiliki waktu paruh yang pendek (sekitar 1 jam), kecuali tenatoprazole. Semua obat golongan PPI memiliki bioavailabilitas yang bagus dalam tubuh.

PPI dimetabolisme di hati oleh enzim CYP2C19 dan 3A4. Kerusakan hati, usia lanjut dan mutasi gen CYP2C19 akan menurunkan clearence PPI dalam tubuh.

Dosis

Tenatoprazole 20 mg 1x1Esomeprazole 20 mg 1x1Lansoprazole 30 mg 1x1Omeprazole 20 mg 1x1Pantoprazole 40 mg 1x1Rabeprazole 20 mg 1x1

Efikasi Terapi

Dalam sebuah penelitian yang membandingkan efek berbagai obat golongan PPI dalam menekan produksi asam lambung, disebutkan bahwa esomeprazole dan tenatoprazole memiliki efek yang lebih kuat. Empat obat PPI lain (lanzoprazole, omeprazole, pantoprazole dan rabeprazole) memiliki efek terapeutik yang hampir sama.

Efek Samping

PPI adalah salah satu golongan obat yang aman digunakan. Ada beberapa efek samping yang dilaporkan diantaranya adalah gangguan absorbsi vitamin dan mineral dalam tubuh, serta interaksi dengan beberapa obat yang lain.

Terapi Antibiotik Infeksi H. Pylori

Clarithromycin masih menjadi pilihan utama antibiotik untuk kasus dispepsia yang diduga karena infeksi H. pylori, namun laporan terakhir menunjukkan adanya trend peningkaan resistensi H. pylori terhadap clarithromycin.

H. pylori masih menjadi masalah besar penyebab infeksi kronik di dunia.H. pilory masih menjadi faktor penting penyebab penyakit ulkus peptik, keganasan lambung dan sindroma dispepsia. Diagnosis H. pylori dapat dilakukan dengan metode endoskopi atau non-endoskopi.

Pertimbangan diagnosis dengan metode edoskopi atau non-endoskopi dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana, ahli yang mengerjakan prosedur dan sumber biaya kesehatan (BPJS atau non-BPJS).

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi proton pump inhibitor (PPI), clarithromycin dan amoxicillin mengalami penurunan level eradikasi hanya tinggal 70-85%, penurunan angka keberhasilan eradikasi H. pylori mungkin disebabkan peningkatan resistensi terhadap clarithromycin.

Pendekatan lain yang bisa dilakukan adalah metode sequential therapy. PPI dan amoxicillin diberikan terlebih dahulu, diikuti dengan clarithromycin dan metronidazole. Pemberian kombinasi obat diatas memiliki efektivitas yang lebih baik bila diberikan dalam 14 hari dibanding bila diberikan hanya 7 hari.


Pilihan terapi lain yang banyak digunakan adalah bismuth quadruple regiment. Metode ini diimplementasikan dengan memberikan PPI plus 3 in 1 capsule yang berisi bismuth, metronidazole dan tetracycline. Bismuth quadruple regiment diberikan selama 7-14 hari. Metode ini menunjukkan efektivitas terapi yang sangat baik.

Semoga Bermanfaat^^


Sponsored Content

Pemesanan PPK Penatalaksanaan dan CP Ilmu Penyakit Dalam SMS/WA 085608083342 (Yahya) atau klik link order ini

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....