Diagnosis Kelainan Visus di Puskesmas

Image Description
Admin Dokter post
Feb 22, 2018
Oftalmologi umum stripalllossy1ssl1

Penurunan tajam penglihatan atau visus merupakan salah satu gejala yang dapat dialami oleh pasien. Gejala tersebut umumnya disebabkan oleh penyakit pada mata, namun bisa juga menjadi tanda dari penyakit lain di luar mata. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang jeli perlu dilakukan untuk dapat memberikan tatalaksana yang tepat bagi pasien.

Diagnosis dan Terapi Kelainan Visus di Puskesmas

Pertama yang harus dilakukan adalah melakukan anamnesis dengan baik. Anamnesis yang diajukan meliputi kapan dimulainya gejala, durasi, dan perburukan gejala, selain itu ditanyakan pula apakah penurunan visus dirasakan pada satu mata atau kedua mata.

Pandangan mata kabur tersebut perlu dijelaskan lebih lanjut, apakah ada penurunan kontras, atau berkurangnya lapang pandang. Gejala lain juga harus ditanyakan seperti adanya mata merah, fotofobia, floaters, sensasi seperti melihat kilatan cahaya, dan rasa nyeri saat beristirahat maupun saat mata digerakkan. Efek pada cahaya di malam hari maupun cahaya terang, jarak objek yang dapat dilihat, riwayat koreksi dengan kaca mata, kelainan penglihatan perifer maupun sentral juga harus ditanyakan pada pasien.

Selain anamnesis organ mata, dilakukan pula anamnesis sistem yang kemungkinan berhubungan dengan kondisi pasien, seperti adanya poliuria, polidipsia, polifagia yang merupakan tanda diabetes, dan ada atau tidaknya riwayat trauma. Gejala lain yang menyertai seperti nyeri kepala, mual, muntah, dan lain-lain juga perlu ditanyakan. Kemudian identifikasi adanya riwayat penyakit dahulu seperti hipertensi, HIV/AIDS, SLE, anemia sel sabit, multiple myeloma, diabetes, maupun riwayat obat-obatan yang dapat memengaruhi visus seperti kortikosteroid.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara umum yang meliputi tanda vital, status generalis dan status lokalis mata. Pemeriksaan visus menjadi pemeriksaan utama dan penting dalam penegakan diagnosis. Pemeriksaan visus idealnya diukur dengan menggunakan Snellen chart dengan posisi pasien berjarak 6 meter dari chart.

Pada pemeriksaan rabun dekat, dilakukan pemeriksaan dengan membaca Jaeger eye chart pada pasien yang berusia > 40 tahun. Pemeriksaan visus diukur dengan maupun tanpa kacamata. Jika visus terkoreksi dengan kacamata, maka pasien mengalami kelainan refraksi. Apabila pasien belum memakai kacamata, dapat digunakan pinhole.

Bila alat pinhole tidak tersedia, dapat dibuat pinhole sederhana dengan menggunakan kertas karton yang dilubangi dengan jarum ukuran 18 dan diameter lubang dibuat bervariasi. Jika visus terkoreksi dengan pinhole maka pasien mengalami kelainan refraksi, yang merupakan penyebab penurunan visus yang paling umum terjadi.

Pemeriksaan mata lainnya juga penting dilakukan. Beberapa pemeriksaan mata sederhana dapat dilakukan di puskesmas dengan peralatan yang minimal. Refleks pupil direk dan konsensual diperiksa dengan menggunakan senter, lapang pandang juga dapat diperiksa dengan menggunakan tes konfrontasi.

Pemeriksaan segmen anterior mata idealnya dilakukan dengan menggunakan slit lamp, namun apabila terbatas dengan alat, senter dapat digunakan untuk mengamati palpebra, konjungtiva, kornea, pupil, dan juga iris shadow yang penting dalam diagnosis katarak. Bila tidak terdapat tonometri, pemeriksaan tekanan bola mata dapat pula dilakukan dengan palpasi bola mata, hal ini penting dalam diagnosis glaukoma.

Oftalmoskopi dapat dilakukan bila alat tersedia. Dengan oftalmoskop direk dapat diperiksa lensa, dan juga fundus yang meliputi retina, makula, fovea, pembuluh darah, dan optic disk. Pemeriksaan yang lebih detail dapat dilakukan dengan meneteskan simpatomimetik seperti fenilefrin 2,5 %, atau sikloplegik seperti tropicamide 1% dan cyclopentolate 1%.

Setelah dilakukan pemeriksaan, perlu diwaspadai beberapa gejala penting yang merupakan red flags atau tanda bahaya dari gejala penurunan visus, yaitu perubahan visus yang mendadak, adanya nyeri pada mata (saat digerakkan maupun saat istirahat), gangguan lapang pandang, abnormalitas dari retina atau optic disk, HIV/AIDS atau penyakit imunosupresif lain, dan penyakit sistemik yang dapat menyebabkan retinopati seperti anemia sel sabit, diabetes, dan hipertensi. Bila ditemukan tanda-tanda tersebut, pemeriksaan yang lengkap oleh dokter spesialis mata harus dilakukan sehingga perlu dilakukan rujukan segera atau urgent.

Penurunan visus akut terjadi dalam waktu beberapa menit hingga beberapa hari. Terdapat tiga patofisiologi yang umum dari penurunan visus akut, yaitu akibat adanya opasifikasi atau kekeruhan dari kornea atau vitreus, kelainan retina, dan juga kelainan dari nervus optikus serta jalur penglihatan.


Sponsored Content

oftalmologi-umum

Buku Rekomendasi persiapan PPDS Mata ini bisa kamu pesan via 085608083342 (Yahya)


Penurunan visus akut dapat dibedakan dengan ada atau tidaknya nyeri. Bila tidak ada nyeri, penyebab yang mungkin adalah amaurosis fugax (kebutaan pada satu mata yang bersifat sementara, biasanya < 5 menit hingga beberapa jam yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular), neuropati optik iskemi akibat arteritis maupun non arteritis, kelainan visus fungsional, perdarahan makula pada age-related macular degeneration, migraine okular, oklusi arteri atau vena okular, retinal detachment, transient ischemic attack atau stroke, dan perdarahan vitreus. Sedangkan bila didapatkan nyeri, penyebab yang mungkin adalah glaukoma sudut tertutup akut, ulkus kornea, endoftalmitis, dan neuritis optik.

Terapi Kelainan Visus di Puskesmas

Pada glaukoma sudut tertutup akut, tatalaksana pada layanan primer bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokular sesegera mungkin dan merujuk ke dokter spesialis mata di rumah sakit. Terapi yang dapat diberikan adalah asetazolamid HCl 500 mg, KCl 3 x 0,5 gram, timolol 0,5% 2x 1 tetes/hari, tetes mata kombinasi kortikosteroid dan antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari, dan terapi simtomatik.

Pasien juga disarankan untuk membatasi asupan cairan. Sedangkan pada penyebab lain dari penurunan visus mendadak ataupun penurunan visus dengan tanda bahaya, tatalaksananya disesuaikan dengan etiologinya setelah pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter spesialis mata.

Keluhan mata kabur atau penurunan visus dengan onset gradual dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme. Seperti kekeruhan dari struktur mata, misalnya kekeruhan pada lensa yang dialami oleh pasien dengan katarak, atau kekeruhan pada kornea akibat adanya jaringan parut setelah trauma atau infeksi.

Mekanisme lainnya adalah disebabkan oleh kelainan pada retina, misalnya age-related macular degeneration, retinitis infeksi akibat cytomegalovirus atau toxoplasma, retinitis pigmentosa, oklusi vena retina, dll. Selain itu juga mungkin terdapat kelainan yang menyerang saraf penglihatan seperti neuritis optik yang ditandai dengan rasa nyeri, unilateral, dan berkurangnya refleks pupil direk. Dan yang terakhir yaitu adanya kelainan refraksi.

Kelainan refraksi sendiri terdiri dari myopia atau rabun jauh, hypermetropia atau rabun dekat, astigmatisme dan presbiopia. Myopia terjadi apabila titik fokus jatuh di depan retina yang disebabkan oleh axial length dari mata yang terlalu panjang dan/atau kornea yang terlalu cembung. Untuk mengoreksi myopia, digunakan lensa minus atau konkaf.

Hypermetropia adalah keadaan dimana bayangan jatuh di belakang retina, akibat axial length dari mata yang terlalu pendek dan/atau kornea yang terlalu datar. Hypermetropia dikoreksi dengan lensa plus atau konveks. Pada astigmatisme, kelengkungan kornea tidak merata sehingga menyebabkan cahaya jatuh pada banyak titik fokus. Untuk mengoreksi astigmatisme dibutuhkan lensa silinder.

Presbiopia adalah berkurangnya kemampuan lensa dalam berakomodasi karena proses penuaan. Lensa konveks atau plus digunakan untuk membantu melihat objek dalam jarak dekat. Lensa bifokal juga dapat digunakan yaitu permukaan konkaf dan konveks dalam satu kacamata dengan aksis yang berbeda.

Bila keluhan visus pasien membaik dengan refraksi, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan yang menyediakan kacamata untuk dapat membantu menangani keluhan pasien. Namun apabila kelainan visus bukan merupakan kelainan refraksi, dan tidak didapatkan tanda bahaya, maka pasien dapat dirujuk ke dokter spesialis mata untuk pemeriksaan rutin. Bila terdapat tanda bahaya, pasien harus dirujuk segera ke dokter spesialis mata (alv).

Semoga Bermanfaat^^


Sponsored Content

Buku paling dicari dokter puskesmas, IGD dan Klinik Pratama dari aceh-papua ini sudah mau terbit lagi. Versi update tahun 2018 "BUKU 155 DIAGNOSIS DAN TERAPI FASKES PRIMER"

Harganya 155 ribu. Tapi, kalau kamu ikut pre-order, kamu akan dapat bonus DVD TERAPI CAIRAN DI IGD DAN PUSKESMAS senilai 156 ribu.

DVD MAHIR TERAPI CAIRAN (MTC) isinya

  1. Dasar-dasar Terapi Cairan

  2. Dasar Perdarahan Akut

  3. Strategi Resusitasi Cairan Perdarahan Akut

  4. Dasar Dehidrasi

  5. Strategi Rehidrasi Anak dan Dewasa

  6. Profil Cairan Kristaloid (NS, RA, RL, D5)

  7. Profil Cairan Koloid (HES, Dextran)

  8. Memilih Kristaloid vs Koloid

  9. Menghitung Kebutuhan Nutrisi

Tanggal 21-28 Februari ini kita buka pre-order. Langsung aja WA 085608083342 Yahya atau klik link order ini.

Buku akan dikirim ke rumahmu tanggal 18-04-18

Jangan sampai nggak kebagian kayak kemarin^^

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....