Dasar Farmakoterapi Jantung dan Pembuluh Darah

Image Description
Admin Dokter post
Jan 31, 2018
img description

Membahas tentang dasar farmakoterapi obat jantung, tentu tidak akan lupa dengan prinsip sistem saraf otonom: simpatik dan parasimpatik.

Sistem saraf otonom tersebar luas di dalam tubuh kita. Sistem saraf otonom bekerja mengatur kerja organ yang tidak dapat dikontrol oleh kesadaran kita, disebut juga sistem saraf involunter. Secara garis besar sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian besar

  1. Sistem Saraf Simpatis (akson eferen keluar dari segmen torako-lumbal T1-L3)
  2. Sistem Saraf Parasimpatis (akson eferen keluar dari segmen kranial N III, VII, IX, X dan segemen sakral)

Respon organ tubuh terhadap rangsangan simpatis dan parasimpatis sering kali berlawanan, kecuali pada kelenjar ludah. Misalnya, pada jantung dan pembuluh darah rangsangan saraf simpatis akan menghasilkan efek takikardia dan vasokontriksi. Sedangkan pada rangsangan saraf parasimpatis akan menghasilkan efek bradikardia dan vasodilatasi. Secara sederhana, penyebab perbedaan efek tersebut karena pelepasan dua zat yang berbeda dari setiap ujung saraf simpatis dan parasimpatis. Ujung saraf simpatis akan melepaskan norepinefrin (bersama sedikit epinefrin). Ujung saraf parasimpatis melepaskan asetilkolin.

Informasi ini belum aplikatif, tapi penting untuk memahami mekanisme kerja obat kardiologi terutama obat emergensi (norepinefrin, dopamin dan dobutamin).

Dasar Farmakoterapi Jantung dan Pembuluh Darah

Selanjutnya kita akan membahas konsep reseptor dan agonis yang menjadi dasar mekanisme kerja obat jantung. Reseptor saraf otonom dapat dibagi menjadi dua bagian: reseptor kolinergik dan adrenergik. Namun, dalam pembahasan kali ini kita akan lebih fokus pada reseptor adrenergik dan agonisnya (karena aplikasinya lebih luas dalam bidang jantung dan pembuluh darah).

Resepror adrenergik dapat dikelompokkan menjadi reseptor alfa dan beta. Reseptor alfa sendiri dibagi menjadi 2: alfa-1 (efek vasokontriksi) dan alfa-2 (menghambat pelepasan NE). Namun, kamu cukup fokus aja pada reseptor alfa-1. Selanjutnya reseptor beta dibagi menjadi beta-1, beta-2 dan beta-3. Beta-1 banyak terdapat di jantung, beta-2 banyak di pembuluh darah dan organviseral lain, sedangkan beta-3 lebih banyak berperan pada metabolisme lemak.

Oh ya, habis ini akan ada konsep penting yang perlu diingat. Fokus ya…

Klasifikasi Obat Sistem Saraf Otonom

Setidaknya kamu harus mengingat empat klasifikasi obat sistem saraf otonom:

  1. Adrenergik (merangsang saraf simpatik)
  2. Anti-Adrenergik (menghambat saraf simpatik)
  3. Kolinergik (merangsang saraf parasimaptik)
  4. Anti-Kolinergik (menghambat saraf parasimpatik)

Prinsipnya gampang, obat adrenergik adalah obat yang bekerja dengan cara merangsang saraf simpatis (simpatomimetik). Kalau kamu ngasih ke pasien obat-obatan adrenergik kira-kira kamu bisa meramalkan efek apa yang akan terjadi, benar? Efeknya salah satunya peningkatan heart rate dan vasokonstriksi pembuluh darah (juga peningkatan tekanan darah). Seperti sudah kamu ramalkan, efek serupa akan kamu dapatkan jika kamu memberikan obat anti-kolinergik (soalnya efek simpatik dan parasimpatik berlawanan). Karena menghambat efek parasimpatis, obat anti-kolinergik disebut juga obat parasimpatolitik.

Selanjutnya, obat kolinergik adalah obat yang bekerja dengan cara merangsang saraf parasimpatis (parasimpatomimetik). seperti yang sudah kamu duga, efek pemberiannya ke pasien adalah penurunan heart rate dan vasodilatasi pembuluh darah. Dan, seperti hubungan obat adrenergik dan anti-kolinergik, efek obat kolinergik dan anti-adrenergik (simpatolitik) adalah sama. Clear ya?

Oke, biar lebih nancep lagi kita ulang ya…

Efek obat Adrenergik sama dengan efek obat anti-kolinergik. Efek Obat Kolinergik sama dengan efek obat anti-adrenergik

Mekanisme Kerja Obat Sistem Saraf Otonom

Memahami mekanisme kerja obat sistem saraf otonom, artinya kamu harus memahami farmakodinamik pada sistem organ (dalam artikel ini fokus pada sistem kardiovaskular) yang meliputi indikasi, kontra-indikasi dan efek samping obat.

Mekanisme Kerja Obat Adrenergik

Yang termasuk dalam golongan obat adrenergik diantaranya adalah epinefrin, norepinefrin (NE), dobutamin, dopamin dan isoprenalin. Kelima obat tersebut juga diberi nama katekolamin, artinya rentang dirusak oleh enzim monoamin oksidase (MAO) dan Catechol-O-Methyl-Transferase (COMT). Hanya dapat diberikan parenteral (IV). Sedangkan, ada juga obat adrenergik yang sintetik artinya tahan terhadap enzim MAO dan COMT sehingga dapat diberikan per oral, contohnya: efedrin dan amfetamin.

Sebenarnya mekanisme obat adrenergik (NE, dopamin, dobutamin) sudah aku jelaskan panjang lebar di artikel ini. Namun, aku sadar buka artikel dan membacanya dari awal itu berat, kamu nggak akan kuat. Jadi biar aku aja yang copy paste informasinya di artikel ini^^

Epinefrin

Epinefrin adalah obat penting di ICCU, ICU dan ruang praktek dokter (utamanya untuk mengatasi Syok Anafilaktik). Efek yang ditimbulkan adalah meningkatkan kontraktilitas (inotropik positif), heart rate (kronotropik positif), vasokontriksi dan (efek akumulasinya adalah) meningkatkan tekanan darah.

Indikasi

  1. Henti Jantung. Dosis 0.5-1 mg (IV) diberikan berkali-kali sampai kondisi emergency teratasi
  2. Syok anafilaktik. Dosis 0.25-0.5 mg (subkutan)
  3. Bronkospasme (asma). Dosis 0.25-0.5 mg (subkutan)

Kontra-indikasi dan Efek Samping

Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien hipertensi, penyakit jantung koroner. Efek samping yang dilaporkan meliputi gelisah, palpitasi, tremor, sakit kepala, aritmia sampai stroke hemoragik.

Norepinefrin (NE)

Norepinefrin (NE) disintesis dari dopamin dan dilepaskan oleh medulla adrenal ke sirkulasi.NE bekerja sebagai agonis reseptor alfa di arteri, sehingga menimbulkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah tanpa meningkatkan heart rate. Namun, pada dosis yang besar dapat memiliki efek seperti epinefrin di jantung.

Indikasi

Syok kardiogenik dan hipotensi dengan heart rate cepat. Dosis: 0,5-30 mikrogram/kgBB/menit. Sediaan NE (levarterenol) berisi 4 mikrogram/mL bisa dilarutkan dalam NaCl 0.9%.

Kontraindikasi: Hipertensi, kehamilan, laktasi. Hipotensi akibat defisit volume sirkulasi.

Efek Samping: Bradikardia, iskemia serebral dan kardia, aritmia, ansietas, sakit kepala, nekrosis bila terjadi ekstravasasi infus.

Dopamin

Dopamin bekerja sebagai agonis reseptor Beta 1. Meningkatkan kontraktilitas miokard dan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek klinis yang diharapkan setelah pemberian dopamin adalah peningkatkan cardiac output dan tekanan darah.

Indikasi :Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan syok setelah mendapat terapi cairan. Dosis: Diberikan secara drip 2-20 mikrogram/kgBB/menit.

Kontraindikasi: Hipertiroidisme, feokromositoma, takiaritmia, fibrilasi ventrikel, glaukoma sudut sempit, adenoma prostat

Efek Samping: Hipertensi, aritmia, pelebaran komplek QRS, azotemia dan iskemia miokard

Dobutamin

Dobutamin bekerja sebagai agonis reseptor Beta 2 adrenergik. Meningkatkan kontraktilitas miokard dan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek klinis yang diharapkan setelah pemberian dopamin adalah peningkatkan cardiac output dan tekanan darah. Efek takikardi lebih ringan dari dopamin. Dobutamin sering digunakan bersama dopamin, dengan mempertahankan dosis dopamin tetap rendah dan meningkatkan dosis dobutamin secara bertahap untuk menstabilkan hemodinamik pada syok kardiogenik.

Indikasi :Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan syok setelah mendapat terapi cairan. Dosis: 2-20 mikrogram/kgBB/menit.

Kontraindikasi: Idiopathic hypertropic subaortic stenosis, riwayat hipersensitivitas terhadap dobutamin

Efek Samping: takikardia, palpitasi, hipertensi, aritmia ventrikel ektopik, mual, sakit kepala, angina pektoris dan napas pendek.

Sementara aku selesaikan di sini dulu ya artikel ini. Besok kita sambung dengan artikel selanjutnya (obat adrenergik yang lain) dan artikel untuk memahami dasar farmakoterapi obat anti-adrenergik, kolinergik dan anti-kolinergik.

Semoga Bermanfaat^^


=
Sponsored Content

Penjelasan dr Ragil, SpJP yang lebih detail untuk menjawab kasus-kasus sindroma koroner akut yang dihadapi dokter Puskesmas dan IGD juga sudah dirangkum di DVD Sindroma Koroner Akut. Berikut sedikit preview DVD Sindroma Koroner Akut in Daily Practice tentang pentingnya analisis faktor risiko dalam membedakan kelainan Sindroma Koroner Akut vs Dispepsia.

Harganya 156 ribu (belum termasuk ongkos kirim).

Pemesanan via SMS/WA 0856 0808 3342 (YAHYA)

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....