Aspirasi Dokter Untuk BPJS yang Lebih Baik

Image Description
Admin Dokter post
Oct 04, 2015
Dokter BPJS Kesehatan stripalllossy1ssl1

Minggu lalu kami melakukan sebuah mini-survey untuk menjaring "uneg-uneg" fans FP Dokter Post tentang tarif INA-CBGs dan masukan untuk BPJS yang lebih baik.

Dari 192 responden yang mengisi survey: 70% dokter umum, 14% dokter spesialis dan 4% adalah tenaga kesehatan lain (dokter gigi, analis kesehatan, perawat, bidan dan fisioterapis). Sisanya (12%) adalah masyarakat umum (bukan tenaga medis).

Kira-kira 33% responden bekerja di Rumah Sakit Pemerintah, 24% di Rumah Sakit Swasta, 20% di Puskesmas dan 11% di Klinik Swasta/Praktek Dokter Swasta. Sisanya (12%), tidak bekerja di Fasilitas Kesehatan (wiraswasta, industri properti, guru dan sebagainya). 88% responden menyatakan bahwa pekerjaan sehari-harinya bersentuhan dengan BPJS, sedangkan 12% sisanya menyatakan tidak berhubungan dengan BPJS.

Yang menarik, ternyata responden berasal dari Sabang-Merauke!!!
Memang sebagian besar responden berasal dari Jakarta (16%), Surabaya (13%) dan Medan (12%). Namun, 59% sisanya tersebar dari Sabang-Merauke. Tercatat ada (3%) responden dari Aceh Utara dan (1%) responden dari Papua. Sisanya ada dari semua pulau di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, NTT dan NTB). Hal tersebut sangat menggembirakan bahwa Dokter Post bukan hanya milik Dokter di Jakarta atau Surabaya, Dokter Post sudah menjadi milik bersama Dokter Indonesia!

Suara Dokter Indonesia untuk BPJS yang Lebih Baik, Bagaimana?

Kami sangat terkesima melihat antusiasme sejawat dalam menyuarakan aspirasi untuk mengawal BPJS agar berfungsi sebagai asuransi sosial dan bersifat nasional yang akan menuju Universal Health Coverage pada 2019 nanti.

Sepelik apapun permasalahan yang timbul di lapangan, BPJS tetap adalah bagian dari sistem kesehatan nasional kita yang memegang peranan penting. Jika BPJS gagal menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan (UU nomor 24 tahun 2011), gagal pula keseluruhan sistem kesehatan nasional kita.

Ibarat sebuah mobil (sistem kesehatan nasional) dan pentil ban (BPJS Kesehatan). Mobil harganya bisa ratusan juta, pentil ban mungkin hanya ribuan rupiah. Tapi kalo pentil ban tidak berfungsi sebangaimana mestinya, dapatkah mobil berjalan? Seperti itulah, mengapa kita harus "keras" dalam menjaga agar BPJS berfungsi sebagaimana amanatnya.

Kritik para dokter kepada BPJS adalah bersifat konstruktif (membangun) selama didasarkan pada objektivitas fakta di lapangan dan logika berfikir yang benar. Wewenang BPJS di dalam UU nomor 24 tahun 2011 sangat besar, BPJS berhak membuat atau memutus kontrak kerjasama dengan fasilitas kesehatan. Namun wewenang yang absolut sangat rentan untuk disalahgunakan, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely", demikian kata Lord Acton.

Kewenangan BPJS yang besar akan memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan (corrupt), jangan sampai kewenangan yang dimilikinya menjadi absolut. Dokter dan tenaga kesehatan lain harus bersuara dan menjadi kontrol jika terjadi "kesewenang-wenangan" yang dilakukan BPJS.

Berapa Tingkat Kepuasan Terhadap Performa BPJS?

Dari rentang 1-10, angka rata-rata yang diberikan responden adalah 2,5. Hanya satu responden yang memberikan nilai 10 (Puas). Mayoritas responden, 38 responden, memberi nilai 1 (Tidak Puas). Angka tersebut, meskipun tidak dapat digeneralisir mewakili seluruh aspirasi dokter Indonesia, dapat menggambarkan persepsi yang terbentuk di kalangan dokter dan tenaga kesehatan bahwa BPJS harus meningkatkan performa sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan.

Apa Keluhan Terkait Performa BPJS?

Sangat banyak keluhan yang ditujukan responden terkait performa BPJS selama hampir dua tahun ini. Jika dapat kami rangkum setidaknya ada tiga kata kunci: Tarif INA-CBGs, Sosialisasi Program dan Penurunan Kualitas Obat.

Banyak responden yang mengeluhkan bahwa tarif INA-CBGs terlalu rendah dan perlu dilakukan revisi secepatnya. Contohnya, ada responden yang mengeluhkan tentang tarif di Rumah Sakit Kelas C yang jauh dibawah Rumah Sakit Kelas B dan A. Hal ini membuat Rumah Sakit Kelas C "harus" naik ke Kelas B untuk dapat bertahan di Industri Perumahsakitan. Ada juga responden yang mengeluhkan tarif INA-CBG’s untuk tindakan invasif terlalu murah sehingga membuat Rumah Sakit merugi.

Beberapa responden juga mengeluhkan sosialisasi program INA-CBGs yang "sangat tidak optimal". Ada yang mencontohkan bahwa pasien marah ke dokter karena kartu BPJS pasien tidak bisa "langsung" digunakan. Pasien baru mendaftar saat rawat inap, namun kartu baru bisa digunakan 14 hari kerja setelah mendaftar. Pasien yang tidak mampu akhirnya harus menanggung biaya kesehatan yang mahal, tanpa BPJS. Pasien mengaku tidak pernah mendapat sosialisasi dari manapun terkait hal tersebut. Pasien hanya tahu dengan daftar BPJS, mereka bisa dibebaskan dari biaya kesehatan.

Beberapa responden yang mengisi survey juga mengeluhkan kualitas obat yang digunakan jauh menurun bila dibandingkan masa sebelum BPJS.

Dokter tidak bisa dengan leluasa memberikan obat yang "Lege Artis", karena terbentur plafon tarif INA-CBGs yang rendah. Ketersediaan obat tertentu juga dikeluhkan terkadang habis dan distribusinya tidak merata.

Beberapa dokter mengeluhkan ketidaktersediaan obat anti-diabetes, sering dibatasi hanya glibenclamide, padahal pada lansia glibenclamide "sangat sering" menyebabkan hipoglikemia.

Gagasan Untuk BPJS yang Lebih Baik

Banyak usul yang masuk, hanya pada intinya hampir semua responden mengusulkan dilakukan pengkajian-ulang tarif INA-CBGs. Ada yang mengusulkan untuk dilakukan penelitian sistematis untuk menilai apakah tarif yang ada sudah berpihak pada keselamatan dan kesehatan pasien.

Ada juga yang mengusulkan untuk tidak membedakan tarif INA-CBGs berdasarkan kelas rumah sakit, namun hanya berdasar severity level-nya saja. Tetapi, sebagian besar responden mengusulkan agar BPJS, IDI (dan organisasi profesi yang lain) dan Pemerintah (Kementrian Kesehatan) untuk duduk bersama membicarakan tarif yang bermanfaat untuk semua pihak.

Semoga bermanfaat.

Info Acara

Seminar Kebijakan Nasional

Tema : "Strategi Optimalisasi Implementasi JKN menuju Universal Health Coverage 2019"
Tempat : Hotel Bumi Surabaya
Waktu : 28 November 2015

Yuk Daftar Rombongan via Dokter Post, untuk 10 orang kita akan dapat potongan 10%. Berminat? Inbox aja FP Dokter Post!

Oh ya, kalian bisa juga lho minta dikirimi undangan ke Instansi kalian, supaya bisa dibiayai instansi. Yang mau dikirimi undangan Inbox aja FP Dokter Post!
Nanti kami bantu nerusin ke panitia.

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....