Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetes di PPK 1 (Bag. 1)

Image Description
Admin Dokter post
Jul 13, 2016
Diabetes Fonts stripalllossy1ssl1

Nyeri neuropati perifer diderita sekitar 10 hingga 20 persen pasien diabetes melitus. Nyeri neuropati perifer kerap menimbulkan keluhan tidak hanya fisik, namun juga mempengaruhi mood dan kualitas hidup pasien. Nyeri Neuropati yang berlangsung kronik bahkan dapat menyebabkan timbulnya keluhan depresi.

Pasien dengan keluhan nyeri neuropati yang berobat di PPK 1 semakin meningkat seiring dengan meningkatnya insidensi Diabetes Mellitus tipe 2 di masyarakat. Tujuan penatalaksanaan nyeri neuropati di PPK 1 adalah mengembalikan fungsi dan memperbaiki kontrol nyeri.

Pasien mengharapkan setidaknya terjadi penurunan perasaan tidak nyaman 30 hingga 50 persen, yang disertai dengan perbaikan fungsi tubuh. Beberapa obat yang dilaporkan memiliki efektivitas baik dalam penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes adalah

  1. Antidepresan trisiklik
  2. Antikonvulsan
  3. SSRI
  4. Opiat dan Opioid
  5. Obat-Obat Topikal

Anamnesis yang perlu ditanyakan pada pasien adalah apakah mereka telah mencoba menggunakan terapi tambahan dan alternatif untuk mengatasi nyeri mereka atau belum. Informasi ini penting untuk mengetahui riwayat pemberian obat dan respon terapi.

Sampai saat ini, di Amerika ada dua obat yang telah terbukti secara spesifik efektif untuk menangani nyeri neuropati diabetes yaitu: pregabalin dan duloxetin. Namun, beberapa penelitian klinis lebih merekomendasikan Antidepresan Trisiklik sebagai terapi lini pertama Nyeri Neuropati Diabetes.

Perhatian khusus perlu diberikan interaksi obat dan efek samping, karena penderita Nyeri Neuropati Diabetes sering datang dengan banyak komorbiditas.

Nyeri Neuropati Diabetes sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2

Nyeri Neuropati Diabetes adalah komplikasi umum yang terjadi pada 30%-50% persen pasien diabetes melitus. Komplikasi ini ditandai dengan hilangnya sensasi pada daerah kaki dan pergelangan tangan, dimulai dari jari kaki dan terus menjalar ke arah proksimal.

Diperkirakan 10% hingga 20% pasien dengan Diabetes tipe 2 memiliki keluhan Nyeri Neuropati Diabetes. Gejala khas yang banyak dijumpai adalah sensasi terbakar, geli, atau nyeri tidak nyaman yang semakin memburuk ketika malam hari.

Patologi spesifik yang banyak ditemui pada pasien dengan nyeri neuropati diabetes adalah alodinia dan hiperalgesia. Derajat nyeri pasien juga akan mempengaruhi kualitas tidur, mood, dan aktivitas sehari-hari.

Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetes di PPK 1

Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetes bersifat komprehensif. Penanganan awal yang diberikan bertujuan untuk mengontrol terjadinya hiperglikemia, yang dapat memperparah nyeri. Tanpa kontrol gula darah yang baik, perbaikan keluhan nyeri akan sulit tercapai. Sejawat dapat merujuk penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 yang baik pada buku PPK Penatalaksanaan PAPDI.

Idealnya, pasien mengharapkan keluhan nyeri yang dirasakan dapat sembuh secara total. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan 30% – 50% sudah cukup memberikan kepuasan kepada pasien. Saat ini juga dosis maksimal terapi baru berhasil menurunkan keluhan nyeri 30%-50%.

American Society of Pain Educators telah mengeluarkan panduan umum untuk penanganan nyeri neuropati diabetes, mereka menawarkan beberapa panduan untuk memilih obat lini pertama.

Gambar di atas menunjukan sebuah algoritma penanganan nyeri diabetes neuropati perifer berdasarkan banyak hasil penelitian klinis. Setidaknya ada empat kelompok utama obat (Antidepresan Trisiklik, Antikonvulsi, SSRI dan Opiate) yang dapat dipilih dalam penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes.

Evaluasi obat untuk nyeri neuropati diabetes diukur dengan menilai tingkat penurunan rasa nyeri. Semakin baik tingkat penurunan rasa nyeri, maka semakin baik pula efek obat tersebut sebagai pilihan pertama penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes.

Antidepresan Trisiklik sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes

Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepressants/TCAs) adalah terapi lini pertama yang direkomendasikan untuk nyeri neuropati diabetes, meskipun mekanisme kerjanya masih belum jelas. Sebagian besar dokter senior sampai saat ini masih menggunakan obat antidepresan trisiklik (TCAs), contohnya amitriptilin, untuk menangani nyeri neuropati diabetes kronik.

Sebuah review dari Coachrane menunjukkan bahwa penggunaan antidepresan trisiklik untuk menangani nyeri neuropati diabetes memiliki efektivitas yang baik. Setidaknya ada lima penelitian klinis dengan jumlah sampel yang besar telah menunjukkan efektivitas terapi TCAs untuk penatalaksanaan nyeri neuropati diabetes.

Pengobatan dengan TCAs (e.g amitriptilin) cukup murah dan efektif untuk digunakan di PPK 1. Meskipun relatif aman untuk digunakan, penggunaannya harus dengan resep dokter dan diawasi secara reguler. Dosis pemberiannya berkisar antara 25 mg-50 mg sehari, saat akan tidur.

Satu dari lima pasien di Amerika menghentikan terapi TCAs karena timbul efek samping. Potensi interaksi dengan obat lain harus dikaji ulang.

Antidepresan trisiklik tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung. Karena semua riwayat penyakit jantung, seperti: sindroma koroner akut, aritmia, atau infark miokard akut adalah kontraindikasi pemberian TCAs.

TCAs memiliki efek antikolinergik, sehingga dokter harus berhati-hati ketika meresepkan pasien dengan glaukoma sudut tertutup, Benign Prostate Hiperplasia, ortostasis, kesulitan buang air kecil, gangguan fungsi hati, atau penyakit tiroid.

Beberapa dokter ahli merekomendasikan pemeriksaan EKG pada pasien yang akan menerima TCAs, terutama pasien yang memiliki faktor resiko tambahan: sinkop, presinkop, penyakit kardiovaskular, gangguan elektrolit, dan usia lanjut. QTc interval harus selalu diperhatikan. Jika terdpat pemanjangan QTc, harus digunakan pengobatan yang lain karena ada risiko terjadi torsades de pointer yang dapat menyebabkan "Sudden Death".

Antikonvulsan sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes

Antikonvulsan dibagi menjadi dua kategori : golongan yang lebih baru (gabapentin dan pregabalin), dan golongan yang lebih "tradisional" (carbamazepin dan valproat). Bukti masih belum cukup kuat untuk mendukung penggunaan antikonvulsan terbaru yang lain, seperti topiramat dan lamotrigin.

Gabapentin dan pregabalin digunakan sebagai penanganan nyeri neuropati diabetes lini pertama, hanya jika terdapat kontraindikasi terhadap Antidepresan Trisiklik (TCAs). Pregabalin dan gabapentin diduga memberikan efek terapi pada kasus nyeri neuropati diabetes melalui mekanisme pengikatan subunit alfa2-delta pada calcium-sensitive channel dan mengatur pelepasan neurotransmiter yang mempengaruhi rangsang nyeri.

Pregabalin merupakan satu dari dua obat yang telah disetujui oleh FDA sebagai obat nyeri diabetes neuropati perifer. Sebuah metaanalisis tahun 2008 yang menganalisis tujuh penelitian klinis, pregabalin digunakan untuk mengobati nyeri neuropati diabetes pada 1.510 pasien dan hasilnya menunjukkan efektivitas dengan respon terapi yang baik.

Ketika dibandingkan dengan placebo, Pregabalin memberikan efek penurunan nyeri pada dosis 150, 300, atau 600 mg per hari. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dosis terapi Pregabalin dibagi menjadi tiga kelompok. Dosis terapi pregabalin yang dianjurkan adalah 50-200 mg, diberikan 3 kali per hari.

Kontrol nyeri dapat dirasakan lebih awal oleh pasien, jika dosis yang diberikan lebih tinggi. Pregabalin mulai memberikan efek penurunan keluhan nyeri pada hari ke-4 dengan dosis 600 mg/hari, sedangkan baru dirasakan pada hari ke-13 dengan dosis 150 mg/hari.

Sebuah review Coachrane pada tahun 2005 mengevaluasi penggunaan gabapentin pada nyeri neuropati diabetes. Lima penelitian klinis tentang nyeri diabetes neuropati perifer dan dua penelitian klinis tentang neuralgia postherpetic dan neuralgia campuran dianalisis untuk mengetahui efektivitas kontrol nyeri oleh gabapentin.

Hasil review Cochraine menyatakan bahwa gabapentin cukup efektif sebagai terapi nyeri neuropati diabetes. Gabapentin memiliki potensi interaksi obat yang lebih aman, namun dokter harus mempertimbangkan aspek ekonomis mengingat harga gabapentin yang masih relatif mahal. Dosis terapi gabapentin yang dianjurkan adalah 300 mg yang diminum satu kali saat akan tidur. Namun, pada klinis yang lebih berat dosis dapat dianjurkan 300 mg diminum 3 kali sehari.

Antikonvulsan yang lebih "tradisional" (carbamazepin, feniton dan valproat), telah digunakan untuk mengobati neuropati sejak tahun 1960. Carbamazepin merupakan obat yang telah disetujui FDA untuk nyeri neuropati, tetapi tidak spesifik untuk nyeri neuropati diabetes.

Sebuah review Coachrane menganalisis 12 penelitian klinis dan menguji 404 responden dengan derajat nyeri neuropatik yang bervariasi. Hasilnya, carbamazepin memiliki efek yang moderat dalam penyembuhan nyeri neuropati diabetes derajat sedang. Efek samping yang dapat timbul diantaranya adalah: mengantuk, bingung, konstipasi, mual, dan ataksia.

Monitoring laboratorium penting untuk menentukan dosis peresepan carbamazepin. Sebelum memulai pengobatan sebaiknya dokter memeriksa: darah lengkap, faal hati, analisis urin, kadar urea nitrogen, transaminase, dan kadar besi dalam darah pasien. Pengukuran level obat juga direkomendasikan untuk dilakukan setiap 6-12 bulan.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah carbamazepin dapat menyebabkan efek samping serius: necrolisis toksik epidermis (TENs) dan sindroma steven-johnson. Risiko ini meningkat 10 kali lipat pada populasi Asia.

Obat antikonvulsan golongan yang lebih baru, lebih dipilih di PPK 1 dibandingkan carbamazepin karena alasan praktis dan keamanan. Valproat dan Fenitoin belum memiliki cukup data untuk mendukung aplikasinya sebagai terapi nyeri neuropati diabetes. Namun, beberapa catatan menunjukkan kekurangan fenitoin dalam terapi penyakit ini. Fenitoin kurang baik digunakan bersama program pengendalian gula darah, karena penggunaan fenitoin dapat memperburuk kadar gula darah pasien. Karena alasan itulah fenitoin kurang disukai sebagai terapi nyeri neuropati diabetes.

Sejawat, karena pertimbangan panjang artikel, pembahasan obat pilihan selanjutnya (SSRI dan Opiate) akan kami bahas dalam artikel selanjutnya.

Semoga Bermanfaat^^


=

Sponsored Content

Bukan rahasia umum, EKG adalah kompetensi "penting" dokter umum. Tidak hanya pada kasus nyeri dada spesifik (kecurigaan Sindroma Koroner Akut), ilmu EKG diperlukan untuk banyak kasus kegawatdaruratan lain (misal Henti Jantung dan Aritmia).

Kemarin tim DokterPost.com minta dr. Ragil Nur Rosyadi, SpJP untuk ngajari sejawat DokterPost.com tentang bagaimana biar sejawat bisa MAHIR BACA EKG. Ini video contoh analisis kasus blok jantung dari dr Ragil, SpJP

Videonya gedhe banget, hampir 7 GB. Biar sejawat di Papua dan Indonesia Timur yang lain bisa ikut belajar juga, akhirnya kami putuskan untuk distribusikan videonya dalam bentuk DVD.

Yang mau pesan MAHIR BACA EKG (BASIC-Non Aritmia-Aritmia), bisa kontak kami disini ya

SMS/WA 085608083342 (Yahya) atau kontakin.com/dokterpost

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....