(KLINIS) Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan Diabetes Mellitus: Terapi Farmakologis Berbasis Kadar HbA1C

Image Description
Admin Dokter post
Mar 10, 2016
Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa dekompensasi 1 stripalllossy1ssl1

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus senantiasa berkembang dari masa ke masa. Penemuan berbagai obat baru dan modalitas diagnostik yang semakin akurat menuntut dokter umum untuk terus update ilmu pengetahuan klinis. Salah satu isu penting dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus adalah pemanfaatan HbA1C sebagai parameter keberhasilan kontrol glikemik pada pasien.

Sebelum mendalami penatalaksanaan Diabetes Mellitus, dokter harus menguasai prinsip-prinsip diagnosis Diabetes Mellitus dan patogenesis yang mendasari perjalanan penyakit. Berdasar mekanisme patogenesis yang telah diketahui, dokter dapat merancang strategi kontrol glikemik yang rasional untuk pasien secara individualized.

Prinsip-prinsip pemilihan obat anti-diabetes oral harus tetap diperhatikan sebagai kerangka kerja dalam praktik klinis sehari-hari. Prinsip-prinsip tersebut selain berguna untuk memudahkan pengambilan keputusan, juga akan menjadi "rambu-rambu" bagi dokter dalam memberikan terapi.

Terapi Non-Farmakologis Diabetes Mellitus

Pada prinsipnya terapi non-farmakologis harus didahulukan dalam penatalaksanaan pasien Diabetes Mellitus. Terapi non-farmakologis Diabetes Mellitus meliputi edukasi, terapi gizi medis dan penghitungan kebutuhan kalori dalam diet.

Cara menghitung berat badan ideal pasien Diabetes Mellitus dapat menggunakan rumus Brocca:

Berat Badan Ideal (BBI) = 90% x (TB dalam cm-100) x 1 kg

Bagi pria dengan tinggi < 160 cm dan wanita < 150 cm rumus dimodifikasi menjadi :

BBI = (TB dalam cm-100) x 1 kgBBNormal : BBI±10%BB kurus : <(BBI-10%)BB gemuk : >(BBI + 10%) 

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus :

IMT =(BB(kg))/(TB(m^2))

Kebutuhan kalori basal:

Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 25 kal/kgBB (untuk wanita)Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 30 kal/kgBB (untuk pria)

Faktor-faktor yang menentukan kalori basal:

  1. Umur
    • 40-59 tahun (-5%)
    • 60-69 tahun (-10%)
    • 70 tahun (-20%)

  2. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
    • Istirahat (+10%)
    • Aktivitas ringan (+20%)
    • Aktivitas sedang (+30%)
    • Aktivitas sedang berat (+50%)
  3. Berat Badan
    • Kegemukan (-20% s/d -30%)
    • Kurus (+20% s/d +30%)
    • Stres metabolik (+10% s/d +30%)
  4. Klasifikasi IMT (WHO//IASO/IOTF)

Kebutuhan kalori untuk wanita paling sedikit 1000-1200 kkal, sedangkan untuk pria 1200-1600 kkal. Kebutuhan kalori tersebut diberikan terbagi menjadi makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantara makan besar.

Karbohidrat

Karbohidrat 45-65% total asupan energi, diutamakan yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total < 130 gr/hari tidak dianjurkan. Gula dalam bumbu diperbolehkan, sukrosa sebaiknya < 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian. Makan sebaiknya tetap 3x/hari. Makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori lain dapat diberikan.

Lemak

Asupan lemak + 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori. Lemak tak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tak jenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan penuh susu (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

Protein

Protein sebaiknya tidak kurang dari 10-20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati diabetik: 0,8 g/KgBB/hari atau 10% kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

Natrium sebaiknya dikonsumsi < 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur. Bagi pasien yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Kacang-kacangan, buah, sayuran, serta sumber karbohidrat yang tinggi serat ± 25 g/hari

Pemanis Alternatif

Fruktosa tidak dianjurkan. Pemanis sesuai batas aman konsumsi harian. Pemanis tak berkalori yang dapat digunakan: aspartam, sakarin, acesulfam, potassium, sukralose, dan neotame

Latihan Fisik

Latihan fisik memiliki peran yang penting dalam upaya kontrol glikemik pasien Diabetes Mellitus. Olah raga harus teratur, 4-5x seminggu selama kurang lebih 30 menit (total durasi minimal 150 menit/minggu). Olah raga yang dianjurkan, yang bersifat aerobik: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Terapi Farmakologis Diabetes Mellitus

Secara sederhana, alur algoritma pengelolaan pasien Diabetes Mellitus tipe 2 untuk dokter umum terdiri dari beberapa tahap. Prinsipnya, untuk setiap tahap, bila dievaluasi ternyata berhasil maka terapi dilanjutkan sambil dipantau setiap 3-4 bulan untuk nilai HbA1C. Namun jika pada hasil evaluasi pada akhir setiap tahap gagal (HbA1C tidak mencapai target < 7%), maka akan masuk ke tahap berikutnya.

Secara sederhana, alur algoritma penatalaksanaan pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Dokter spesialis penyakit dalam tentu diharapkan dapat mengelola pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan lebih "canggih". Dokter spesialis penyakit dalam, diharapkan dapat menggunakan strategi yang lebih detail untuk menentukan kombinasi obat anti-diabetes oral yang tepat berdasar informasi HbA1c pasien. Namun, "rahasia" ini tidak hanya "monopoli" dokter spesialis penyakit dalam saja, dokter umum dengan kompetensi yang cukup justru sangat dianjurkan untuk menerapkan strategi "rahasia" ini.

Secara sederhana algoritma penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 yang lebih detail (dianjurkan untuk dokter spesialis penyakit dalam) dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Dibawah ini adalah rangkuman obat anti-diabetes oral yang dapat dipilih oleh sejawat untuk mengimplementasikan algoritma di atas. Prinsipnya, dalam satu sesi terapi sebaiknya digunakan obat dengan mekanisme titik tangkap yang berbeda. Misalnya jangan gunakan dua obat golongan sulfonilurea secara bersamaan.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus harus dilakukan dengan komprehensif. Tidak hanya bertumpu pada terapi farmakologis saja, keberhasilan terapi farmakologis juga penting untuk mempertahankan keberhhasilan terapi jangka panjang. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus yang baik adalah strategi terbaik untuk mencegah komplikasi kardiovaskular (Penyakit Jantung Koroner dan Stroke) di masa depan.

Semoga bermanfaat.

Referensi: Panduan Praktik Klinis Peanatalaksanaan PAPDI


=

Sponsored Content

Buku 155 Diagnosis dan Terapi di Faskes Primer

cover-buku-155-Diagnosis-dan-Terapi-Faskes-Primer

Berisi

  1. Kumpulan diagnosis, terapi dan contoh resep 155 penyakit yang "wajib" ditangani di Faskes Primer

  2. Ilmu praktis "Mahir Baca EKG" buat di IGD dan Puskesmas

  3. Tips Evaluasi Foto Thoraks dan Fraktur

  4. Dosis obat untuk anak berbasis diagnosis di Faskes Primer

  5. Rangkuman intisari Diskusi Faskes Primer

Lengkap terangkum dalam buku 350 halaman, full color untuk ilustrasi penyakit dermatologi dan Gambar EKG.

Pas di taruh di laci praktek kamu

Bisa kamu dapatkan dengan biaya 199 ribu

WA aja Yahya 085608083342 atau klik link orderini

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....