KlinikMart: Belajar Dari Grameen Clinic (1)

Image Description
Admin Dokter post
Jun 30, 2015
Shareasimage 22 stripalllossy1ssl1

Grameen dan Muhammad Yunus adalah salah satu inspirasi dokter post. Pak Yunus, dosen ekonomi, di Bangladesh adalah penerima hadiah nobel perdamaian tahun 2006. Pak Yunus adalah founder Grameen Bank, sebuah bank yang didesikasikan untuk orang miskin. Prinsipnya adalah dengan kekuatan jejaring dan volume massa, Grameen Bank mewujudkan Bank dari, oleh dan untuk rakyat miskin.

Grameen Clinic (GC) adalah bagian dari unit bisnis sosial Grameen Healthcare, suatu jejaring yang dibentuk Pak Yunus berfokus pada upaya pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Sejak dibangun pada tahun 1993, saat ini setidaknya GC sudah berkembang menjadi 51 klinik yang tersebar di seluruh Bangladesh.

GC terus berkembang dengan rencana pembangunan belasan klinik baru dalam beberapa tahun ke depan. Model bisnis yang sudah established memberikan garansi keberhasilan GC di masa yang akan datang. Berawal dari dana yang terkumpul oleh masyarakat miskin di Bangladesh, GC kini sudah menjadi jejaring klinik terbesar di Bangladesh.
___________________

Belajar dari GC, sangat mungkin model jejaring klinik serupa dikembangkan di Indonesia, tentu disesuaikan dengan kondisi spesifik di Indonesia. Kata sederhananya, "Indomaret-nya klinik" atau KlinikMart.

Jika GC berkonsentrasi pada segmen masyarakat menengah ke bawah sepenuhnya, mungkin di Indonesia dapat dikembangkan KlinikMart yang fokus pada segemen pasar menengah ke atas, namun memiliki Corporate Social Responsibility (CSR) untuk masyarakat menengah ke bawah.

Sederhananya, KlinikMart fokus melayani orang kaya, namun sebagian keuntungan akan digunakan untuk mensubsidi masyarakat miskin. Layanannya premium, tarif normalnya juga premium. Sehingga masyarakat miskin pun bisa mendapat layanan premium, dengan biaya hampir free, dengan subsidi. Layanan Bintang Lima, Tarif Kaki Lima, untuk masyarakat miskin.

Mengapa berfokus pada konsumen menengah ke atas?

Layanan kesehatan bukanlah komoditi murah, kita membutuhkan biaya yang cukup untuk menyelenggarakan layanan kesehatan yang prima. Saat ini kita masih belum bisa berharap banyak pada Asuransi Sosial seperti BPJS untuk menyelenggarakan layanan kesehatan prima yang sesuai dengan Evidence Based Medicine (EBM). Saat ini yang paling mungkin mendanai Layanan kesehatan yang ideal masih model Fee for Service.

Saya pernah berkunjung ke Brunai Darussalam untuk belajar dari JPMC (Jerudong Park Medical Center), sebuah rumah sakit swasta yang didanai oleh Brunei Investment Agency (semacam Temasek di Singapore). JPMC adalah RS swasta Brunei yang mempunyai visi menjadi pusat rujukan kanker di Asia Pasifik. Untuk mendukung visi tersebut, JPMC memilih hanya menerima pembayaran fee for service, tidak menerima asuransi sosial.

Konsumen premium mempunyai karakteristik "ikhlas" membayar berapapun untuk mendapatkan "pelayanan premium". Ada jasa, ada biaya. Dengan manajemen yang baik, sebuah RS khusus kanker di Surabaya berhasil mengoptimalkan profit margin mereka hingga 20%. Jadi, jika total pendapat IDR 2 Milyar/tahun, itu artinya profit per tahun adalah IDR 400 juta. Bayangkan jika disepakati menyisihkan 30% laba untuk mensubsidi layanan kesehatan masyarakat miskin. Berarti per tahun dapat mensubsidi IDR 120 juta "Layanan Kesehatan Premium" untuk masyarakat miskin!

Lanjutkan Membaca>>

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....