Diagnosis dan Terapi Kejang

Image Description
Admin Dokter post
Feb 28, 2018
Abses Otak stripalllossy1ssl1

Kejang adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh aktivitas abnormal neuron. Abnormalitas ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan mendadak perilaku, persepsi, sensorik, dan motorik.

Epilepsi juga merupakan kelainan di bidang neurologi yang bermanifestasi sebagai kejang. Epilepsi adalah manifestasi kejang yang terjadi rekuren, spontan, dan intermiten akibat aktivitas abnormal listrik di sebagian otak.

Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit, berulang, tanpa mengganggu kesadaran. Pada artikel ini, dibatasi kejang untuk pasien dewasa.

Diagnosis dan Terapi Kejang di Instalasi Gawat Darurat

Klasifikasi kejang berguna dalam diagnosis, terapi, dan menentukan prognosis. Kejang parsial atau fokal, berasal dari korteks. Kejang general berasal dari daerah difus pada semua regio otak. Kejang tipe general dapat terjadi sebagai kondisi primer maupun sekunder akibat kejang parsial.

Kejang generalisata terdiri atas kejang tonik klonik atau grand mal dan kejang tipe petit mal. Kejang tonik klonik menyebabkan gangguan kesadaran mendadak, kehilangan kontrol postural, dan kontraksi otot tonik yang menyebabkan gigi seperti menggigit dan rigiditas ekstensi. Lidah dapat tergigit. Pada kejang petit mal, kesadaran terganggu secara tiba-tiba.


Sponsored Content

Buku Rekomendasi Persiapan PPDS Neuro

duus-ppds-neuro

Pemesanan via WA 085608083342 Yahya atau klik link order ini


Diagnosis Kejang Berdasar Umur

Penyebab kejang bisa sangat banyak. Beberapa diagnosis pembanding dikelompokkan berdasar umur yang berguna untuk memetakan penyebab kejang. Pembagian ini juga terkait faktor lain misalnya gangguan metabolisme, kualitas vaskular, dan komorbid lain.

Kejang pada remaja, umur 12-18 tahun bisa disebabkan oleh trauma, infeksi, tumor otak, penggunaan obat, systemic lupus erythematosus (SLE), dan idiopatik. Kejang pada dewasa, umur 18-35 tahun dapat disebabkan oleh trauma, penggunaan obat dan alkohol, tumor otak, infeksi, eklampsia, dan meningitis.

Kejang pada usia lebih dari 35 tahun dapat disebabkan oleh penyakit serebrovaskular, tumor otak, penggunaan alkohol, gangguan metabolik, penyakit degeneratif, dan idopatik. Berbagai penyebab kejang pada setiap tingkatan umur ini yang harus kita gali saat anamnesis.

Beberapa obat yang dapat menyebabkan kejang adalah golongan antibiotik atau antivirus (beta laktam, kuinolon, asiklovir, isoniazid, dan gansiklovir), anestesia dan analgesia (meperidine, tramadol, dan anestesi lokal), imunomodulator (siklosporin, antibodi monoklonal, takrolimus, dan interferon), psikotropika (antidepresan trisiklik, antipsikotik, dan litium), kontras radiografik, teofilin, hipnotik dan sedatif (alkohol, barbiturat, dan benzodiazepin). Kejadian penyalahgunaan obat amfetamin, kokain, fenisiklidin, metilfenidat, dan flumazenil juga dapat memicu kejang pada penggunanya.

Tidak semua pasien atau keluarga pasien dapat mendeskripsikan kejang dengan benar. Ada beberapa kondisi yang kadang menyerupai atau disangka kejang. Misalnya, sinkop yang dapat debabkan oleh aritmia dan hipotensi ortostatik, gangguan psikologis (kejang psikogenik, hiperventilasi, dan serangan panik), gangguan metabolik (delirium, hipoglikemia, hipoksia, obat psikogenik, dan alkoholisme), migrain, transient ischemic attack (TIA), dan gangguan gerakan.

Proses Diagnosis Kejang

Anamnesis sangat membantu proses penegakan diagnosis penyebab kejang walaupun tatalaksana kegawatdaruratan kejang relatif sama. Anamnesis dikerucutkan mengarah pada umur pasien dan aneka diagnosis banding yang mungkin. Anamnesis terhadap riwayat penyakit sebelumnya juga perlu ditanyakan. Misalnya epilepsi, trauma, penyakit metabolik yang diderita, hipertensi, gagal ginjal, penyakit hati kronis, adanya kehamilan atau terlambat menstruasi, dan riwayat konsumsi obat.

Pemeriksaan umum dilakukan untuk mencari dasar penyebab kejang. Pemeriksaan meliputi vital sign dan pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik yang cermat, dapat ditemukan adanya hipertensi emergensi, hipotensi, hiperpireksia, infeksi, penyakit sistemik, penyakit vaskular, dan neurokutaneus. Adanya lateralisasi anggota gerak yang ditemukan saat pemeriksaan fisik mengindikasikan adanya kemungkinan tumor otak, penyakit serebrovaskular, trauma, atau lesi fokal yang lain.

Pemeriksaan penunjang sederhana yang dapat segera dilakukan saat di ugd adalah kadar gula darah acak menggunakan GDA stick. Beberapa kejang dapat dipicu oleh keadaan hipoglikemia atau hiperglikemia. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah bila ada fasilitas, tes kehamilan pada wanita usia subur, fungsi ginjal, dan fungsi hati.

Pemeriksaan elektrokardiografi juga penting untuk dilakukan karena beberapa aritmia bisa menimbulkan kejang.

Pemeriksaan radiologi jarang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan primer. Oleh karena itu, hampir semua pemeriksaan penunjang radiologi dilakukan di fasilitas rujukan. Pemeriksaan CT scan disarankan untuk mengetahui adanya lesi intrakranial.

Abses-Otak

Penggunaan kontras dapat dilakukan apabila ada indikasi. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan apabila ada indikasi dan ada fasilitas. Beberapa lesi intrakranial sudah dapat diketahui dari pemeriksaan CT scan.

Pemeriksaan elektroensefalografi tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan EEG dipertimbangkan jika tersedia dan jika pasien lumpuh, terpasang intubasi, atau sedang dalam status epileptikus.

Pungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk pasien dengan kondisi imunokompromis, demam, nyeri kepala hebat, atau perubahan status mental yang menetap.

Terapi Kejang di Instalasi Gawat Darurat

Kejang adalah salah satu kegawatdaruratan. Tindakan awal yang harus dilakukan adalah stabilisasi airway, breathing, circulation, dan pemeriksaan fisik. Tujuan awal dari tindakan ini selain stabilisasi adalah penghentian kejang segera karena kejang yang berlangsung lebih dari 20 menit dapat menyebabkan cedera permanen pada neuron.

Pasien dengan status epileptikus direkomendasikan untuk dipasang intubasi.
Pasien ditempatkan pada posisi semi prone dengan kepala diposisikan menghadap samping untuk mencegah aspirasi apabila pasien muntah. Namun, harus diingat bahwa leher dan kepala harus diimobilisasi pada pasien trauma. PAPDI merekomendasikan pemasangan spatel pada lidah untuk mencegah lidah tergigit. Gigi palsu dilepas apabila ada.

Akses intravena harus segera didapatkan untuk memudahkan proses terapi farmakologis. Pasien dengan kejang berulang dan penurunan status neurologis dipertimbangkan untuk dirujuk untuk mendapat perawatan di ruang intensif.

Terapi farmakologik pertama yang harus diingat ketika pasien kejang adalah antikejang. Antikejang paling umum, efektif, dan banyak tersedia di fasilitas kesehatan primer adalag diazepam. Diazepam bekerja dengan menekan semua tingkat sistem saraf pusat. Dosis dewasa Diazepam adalah 0,2 mg/kgBB diberikan secara bolus intravena. Setelah pemberian mencapai 30 mg, perlu dipertimbangkan penggunaan antikejang yang lain.

Fenitoin diberikan untuk mencegah kejang berulang. Fenitoin bekerja di korteks motorik dan brain stem yang bertanggung jawab atas kejang tonik pada kejang grand mal. Dosis fenitoin adalah 18-20 mg/kgBB intravena untuk loading. Dosis maintenance dapat diberikan 3×100 mg intravena bolus pelan. Pemberian yang terlalu cepat dapat merangsang terjadinya hipotensi dan/ atau aritmia.

Antikejang lain yang dapat dipertimbangkan adalah Lorazepam, Midazolam, Propofol, Fenobarbital, dan Pentobarbital. Kejang yang disebabkan oleh eklampsia dicegah dan diatasi dengan pemberian magnesium sulfat. Penggunaan antikejang harus sesuai dengan indikasi dan ketersediaan di masing-masing fasilitas kesehatan.

Pemberian antipiretik dianjurkan apabila pasien demam. Pemberian antibiotik empiris direkomendasikan untuk pasien kejang dengan kecurigaan infeksi.

Kejang adalah salah satu dari manifestasi suatu penyakit yang mendasarinya. Walaupun kegawatdaruratan sudah teratasi, penatalaksanaan kejang tidak selesai ketika kejang berhenti. Penyebab kejang harus dicari untuk mencegah kejang berulang dan kerusakan permanen dari sel otak. Pertimbangkan untuk merujuk pasien untuk perawatan yang lebih intensif dan mencari penyebab kejang. (mqa)

Semoga Bermanfaat^^


Sponsored Content

Buku paling dicari dokter puskesmas, IGD dan Klinik Pratama dari aceh-papua ini sudah mau terbit lagi. Versi update tahun 2018 "BUKU 155 DIAGNOSIS DAN TERAPI FASKES PRIMER"

Harganya 155 ribu. Tapi, kalau kamu ikut pre-order, kamu akan dapat bonus DVD TERAPI CAIRAN DI IGD DAN PUSKESMAS senilai 156 ribu.

Tanggal 21-28 Februari ini kita buka pre-order. Langsung aja WA 085608083342 Yahya atau klik link order ini.

Buku akan dikirim ke rumahmu tanggal 18-04-18

Jangan sampai nggak kebagian kayak kemarin^^

Related articles

  • Jul 31, 2020
Tatalaksana Chest Clapping untuk Fisioterapi Dada Pasien PPOK

Mukus atau secret diperlukan oleh tubuh untuk melembabkan dan menangkap mikroorganisme kecil...

  • May 09, 2020
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11

Tau dong, WHO sudah meluncurkan ICD seri 11, untuk menggantikan ICD 10. Ada perubahan signifikan...

  • May 02, 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020

Bagus banget webinar PAPDI kemarin, tanggal 30 April 2020. Terutama materi yang dijelaskan Dr....